Gangguan Tak Kasat Mata di Rumah Tua (Bag.1)

Gangguan Tak Kasat Mata di Rumah Tua Bagian 1

Rumah tua atau rumah yang sudah ditinggalkan oleh penghuninya memang biasanya rawan ditempati oleh makhluk halus. Makhluk gaib ini memang menyukai tempat yang kumuh, kotor, tak terawat, dan tak dijamah manusia. Ketika orang lain tiba-tiba menempati rumah yang telah lama kosong, maka seperti cerita yang akan kami tuliskan kali ini, 'Gangguan Tak Kasat Mata di Rumah Tua'.

Kisah misteri ini menceritakan tentang sekelompok mahasiswa yang sedang KKN di sebuah desa terpencil untuk mengerjakan proyek dari kampus. Mahasiswa ini terpaksa menginap di sebuah rumah tua dan ternyata seringkali diganggu dengan penampakan dari makhluk gaib.

Cerita horor nan seram ini cukup panjang, oleh karena itu kami membaginya ke dalam 2 tulisan. Untuk cerita bagian pertama bisa anda baca di sini. Sedangkan bagian 2 atau terakhir bisa anda baca melalui tautan yang kami sertakan di akhir cerita bagian pertama. Selamat membaca.




Aku bersama 7 orang temanku terpaksa harus tinggal di sebuah rumah tua yang telah lama tak ditinggali. Pemiliknya sudah meninggal satu bulan yang lalu. Kami tinggal disitu bukan tanpa alasan. Ada proyek yang harus kami kerjakan di desa. Mau tak mau, kami pun harus bersedia tinggal di rumah tua itu.

Awal aku memasuki rumah itu rasanya biasa saja. Layaknya rumah yang telah lama tak ditinggali, rumah itu kotor dan berdebu. Kami pun membersihkan dan merapikan rumah tua  itu agar nyaman ditinggali. Malam pertama masih terasa biasa saja. Namun pada malam-malam berikutnya muncul berbagai keanehan yang membuat bulu kuduk kami berdiri.

Temanku lah yang pertama kali merasakan ada keanehan di rumah ini. Dia bercerita bahwa dia mendengar suara orang menangis atau tertawa setiap kali mandi atau pergi ke dapur.

Awalnya aku tak mempercayainya. Kupikir temanku hanya berhalusinasi atau semacamnya. Hingga akhirnya aku pun mengalaminya sendiri. Aku mendengar ada suara anak-anak yang tengah berbicara sambil sesekali tertawa. Seketika aku langsung merinding dan segera masuk ke dalam rumah.

Hari berikutnya, temanku yang tengah mengerjakan proyek di desa lain datang berkunjung. Kubawa dia masuk dan melihat-lihat rumah yang kami tempati karena dia juga bertugas sebagai koordinator kami.

Tiba-tiba saja, dia menunjukkan ekspresi terkejut ketika kubawa dia ke sekitar dapur dan kamar mandi. Ketika kutanya, dia berkata tidak ada apa-apa. Namun aku curiga pasti ada sesuatu yang dia sembunyikan. Aku pun berencana menanyainya lagi ketika aku mengunjunginya.

Hari demi hari berlalu. Kami pun mulai terbiasa dengan suara-suara aneh yang terdengar. Hanya saja, kali ini keanehan yang berbeda pun mulai terjadi. Salah satu temanku kehilangan cincin yang diletakkan di samping ember tempat cuci piring.

Aku dan temanku yang lain pun membantu mencarinya. Aneh, cincin itu tak juga kunjung ditemukan sampai kami lelah mencari. Temanku memutuskan untuk mengikhlaskan cincinnya yang hilang.

Beberapa jam kemudian ketika aku selesai mencuci baju, aku melihat ada sesuatu yang berkilau di dalam ember tempat cuci piring. Kuhampiri ember itu, kudapati ada sebuah cincin di dalam ember itu. Aku berteriak memanggil temanku yang kehilangan cincinnya, lalu bertanya padanya apakah benar itu cincinnya yang hilang. Dan dia pun mengangguk.

"Aneh, bukannya tadi kita sudah mencari di situ dan tidak ada? Kenapa tiba-tiba ada?" tanyanya heran.

Aku pun menggelengkan kepalaku tak tahu. "Mungkin ada yang pengen ngajak kamu main."

"Ih, kamu nih! Ah aku jadi merinding." Jawabnya sambil berjalan masuk kembali ke dalam.

Hari berikutnya, aku bertemu kembali dengan temanku yang tempo hari datang mengunjungi kami. Aku tak bisa lagi menahan rasa penasaranku. Aku tahu temanku ini memiliki kemampuan untuk melihat makhluk-makhluk tak kasat mata. Kupaksa dia untuk menceritakan apa yang sebenarnya dia lihat di rumah tua itu.

Akhirnya dia pun bercerita bahwa rumah yang kami tempati itu dipenuhi dengan makhluk-makhluk gaib beraneka rupa.

"Sebenarnya waktu aku masuk rumahmu, aku sudah merasakan bahwa rumah itu banyak makhluk gaibnya. Sampai waktu kamu bawa aku ke kamar mandi, aku kaget karena ada pocong di rumah tua ini."

"Aku pengen ngasih tahu kamu, tapi kuurungkan niatku itu karena kupikir kamu bisa jagain teman-temanmu. Kamu kan sering ngaji. Jadi ya kupikir aman-aman saja. Ya dibanyakin aja ngajinya," tutur temanku.

Aku menganggukkan kepala mendengar nasihatnya. Kami masih harus tinggal di rumah tua itu selama dua minggu. Kami harus tetap bertahan sampai proyek kami selesai, baru kami bisa pulang.

Dua hari kami tidak menjumpai ada kejadian aneh lagi. Hingga suatu hari Emil, Anis, dan Anti mulai membuat ulah. Entah apa yang membuat mereka berubah. Mereka sering pergi entah kemana tanpa kepadaku atau yang lain.

Bahkan Emil mulai berani merokok secara terang-terangan di depan kami. Setyo, pemimpin proyek, yang kebetulan tengah datang berkunjung langsung menegur Emil agar lebih menjaga sikapnya mengingat kami sedang berada di desa orang. Namun, Emil tak mengindahkan apa yang Setyo katakan.

Malam harinya Emil, Anis, dan Anti tengah berbincang-bincang sambil sesekali tertawa terbahak-bahak. Aku menegur mereka untuk mengurangi volume suaranya karenahari sudah larut malam.

Mereka bukannya memelankan suaranya, tapi justru mengeraskannya. Aku dan temanku yang lain pun hanya bisa menghela nafas panjang, berharap tak ada yang terganggu dengan keberisikan mereka.

Tengah malam saat semua telah terlelap, tiba-tiba saja terdengar suara kilatan listrik. Ayu membangunkan aku dan Maya yang masih terlelap tidur.

"Ada apa, Yu?" tanyaku pada Ayu.

"Iya nih, masih ngantuk aku." Kata Maya.

"Itu, lampunya kedip-kedip." Kata Ayu sambil menunjuk lampu ruang tengah yang berkedip nyala-mati berulang kali.

Aku langsung membuka mataku lebar-lebar. Memastikan bahwa aku tidak salah lihat. Beberapa detik kemudian lampu tiba-tiba mati. Teman-temanku yang tidur di kamar lain berteriak histeris dan langsung berlari menghampiri aku, Ayu, dan Maya yang kebetulan tidur di ruang depan. Ayu langsung menghubungi Setyo agar segera datang.

Beberapa menit kemudian, Setyo pun datang bersama Dito, Eza, dan Adhi. Mereka mengecek ke dalam rumah sementara aku bersama teman-teman yang lain menunggu di depan rumah. Tak lama, Setyo pun keluar.

"Lampunya nggak bisa nyala. Sementara gelap-gelapan dulu nggak apa-apa, ya? Besok pagi baru dibenerin." Kata Setyo.

"Iya, nggak papa. Lagian juga udah larut." Kataku.

"Eehh, nggak bisa! Aku nggak mau tidur di dalam." Emil mulai berulah.

Keributan pun terjadi. Emil memaksa tak mau tidur di dalam dan memilih untuk ke rumah Pak Zen, salah satu warga yang biasanya membantu proyek kami.

"Mil, ini sudah tengah malam. Nggak sopan kalau kita ke rumah beliau. Beliau juga pasti udah tidur." Aku berusaha membujuk Emil.

Belum selesai kami berdebat, tiba-tiba saja Adhi yang masih berada di dalam rumah berteriak. Kami pun langsung berlari menghampirinya. Wajahnya terlihat pucat. Dia duduk sambil memeluk lututnya. Badannya gemetaran.

"Ada apa, Dhi?" tanya Setyo sambil memegang pundak Adhi.

"Tiba-tiba saja tadi pompa airnya nyala waktu aku ngecek ke belakang. Te..terus.. ada.. a..da.." kata Adhi terbata-bata.

"Ada apa?" tanya Eza, "Yang jelas ah kalau ngomong."

"Ada suara aneh. Suara orang marah-marah. Katanya kita sudah ganggu mereka." Jawab Adhi.

Aku, Ayu, dan Maya saling bertatapan. Ya, ini pasti karena Emil, Anis, dan Anti berisik semalaman sehingga mengganggu 'penunggu' rumah ini. Nampaknya penunggu rumah tua ini telah benar-benar terusik akan kehadiran kami.

Sesaat kami terdiam, hingga tiba-tiba terdengar suara ledakan kecil di dapur. Kami terkejut dan spontan berlari keluar rumah. Kali ini aku terpaksa menyetujui ide Emil untuk bermalam di rumah Pak Zen. Penunggu rumah tua ini nampaknya marah besar.