Cerita Horor: Mereka yang Tak Terlihat

Kisah Misteri Viral Mereka yang Tak Terlihat

Cerita horor kali ini berjudul "Mereka yang Tak Terlihat" dan merupakan sebuah kisah mistis nyata terbaru yang viral. Kisah ini diambil dari sebuah keluarga yang tinggal di rumah peninggalan Belanda.

Cerita misteri ini diceritakan oleh akun twitter @ryannuurfajry yang kami tulis ulang dengan beberapa perubahan struktur bahasa atau kalimat tanpa mengubah alur atau jalan cerita. Selamat membaca.

2009, Mas Hanung mencari rumah di sekitar Jogja. Ia bersama dengan sang istri, sebut saja mbak Yona dan 1 anaknya yang berumur 4 tahun. Semua brosur perumahan/cluster sudah mereka lihat, tapi selalu saja sang istri selalu merasa tidak cocok.

Sebelum pindah ke sini, sebenarnya mereka sudah punya rumah di Bandung. Tapi mbak Yona selalu punya impian untuk tinggal di Jogja karena jatuh cinta dengan suasananya setelah berlibur di sana.

Hampir setengah tahun mas Hanung mencari rumah yang cocok dengan kemauan istrinya hingga akhirnya teman 1 bisnis mas Hanung bertanya,

"Nung, denger-denger kamu lagi cari rumah?"
"Iya, tapi belum nemu yang cocok sama kemauan istri"
"Ada temen nawarin rumah, Nung. Aku nggak suka modelnya, kamu mau?"
"Kenapa dengan modelnya mas?"
"Yaaa.. Kayak rumah jadul gitu lah. Bekas peninggalan orang Belanda dulu, tempat pelarian mereka"

Mas Hanung lalu minta foto rumah tersebut. Dari foto, rumahnya memang tampak kuno dengan arsitektur Belanda yang kental.

Sesampainya di rumah, mas Hanung langsung menunjukkan foto rumah itu ke istrinya. Entah kenapa mbak Yona langsung mengiyakan, "Besok kita lihat ya.."

Mas Hanung tak mau langsun mengambil begitu saja. Dia ingin memastikan dulu surat-surat rumah dan lokasinya. Setelah mbak Yona setuju, mas Hanung langsung minta alamat lengkap rumah itu.

Keesokan harinya, mereka berangkat ke Jogja dengan penerbangan paling awal. Di Jogja, mas Hanung menelepon temannya yang sudah siap mengantar mereka ke lokasi rumah itu.

Rumah yang dituju ternyata cukup jauh dari bandara, sekitar 2 jam perjalanan.
Sepanjang jalan, mas Hanung selalu bertanya ke mbak Yona apakah sudah yakin dengan keputusannya mau tinggal di rumah bekas Belanda itu, jawabannya pun selalu sama, "Iya mas aku yakin"

Karena baru pertama kali berkunjung ke sana, mereka beberapa kali tersesat dan harus bertanya ke warga sekitar. Hingga akhirnya ketemulah lokasi rumah itu. Rumah Belanda itu ternyata berukuran besar. Halamannya luas dan ada 2 pohon yang sejajar persis di tengah halaman tersebut.

"Gede banget ya mas?"

Mbak Yona semakin bernafsu ingin tinggal di sana. Begitu mereka turun dari mobil, sang empunya rumah sudah menyambut di teras rumah tersebut.

"Assalamualaikum", ucap mas Hanung
"Wa'alaikumsalam"

Seorang laki-laki berperawakan besar dan tampaknya sudah cukup berumur menyambut mereka semua. Usianya mungkin sudah sekitar 60-70 tahun.

"Dek Hanung ya?"
"Iya mbah, aku yang kemarin telepon mau lihat rumah ini"
"Monggo.. Monggo.. Saya antar keliling melihat-lihat rumahnya"

Kondisi rumah itu tidak banyak kerusakan, bahkan bisa dibilang cukup terawat.
Tapi memang ada beberapa bagian yang harus diperbaiki, namun bukan masalah serius.

Di bagian dalam rumahnya tampaka luas. Ada 4 kamar tidur, 2 kamar mandi, ruang makan, ruang keluarga, dan gudang. Di gudang itulah ada sedikit keganjilan yang terjadi. Saat mereka melihat-lihat gudang tersebut, tiba-tiba anak mas Hanung langsung menangis kejer, seolah dia habis melihat sesuatu yang menakutkan.

Mbak Yona langsung membawa anaknya ke teras depan, namun dia belum merasakan keanehan apapun. Karena khawatir, mas Hanung menyusul mbak Yona ke depan.

"Kenapa? Kok dia nangis?"
"Nggak tahu juga, tiba-tiba aja nangis. Mungkin lapar atau capek a"
"Ya sudah kamu sama si dede tunggu di mobil ya. Ini sudah yakin kamu pilih rumah ini?"
"Iya a"

Mas Hanung kembali masuk ke dalam untuk menanyakan perihal surat-surat rumahnya. Ternyata memang jodoh buat sang istri, sertifikatnya ada dan dokumen lainnya lengkap.

Setelah itu mereka bernegosiasi soal harga. Cukup alot karena sang pemilik rumah meminta harga yang tinggi. Sampai setelah hampir setengah jam, akhirnya bertemu kata sepakat. Ya, rumah itu resmi berpindah tangan.

Sebelum ditempati, rumah itu direnovasi terlebih dahulu, mbak Yona mau cat rumah tersebut diubah agar tampak baru dan bagus. Beberapa bagian rumah yang tampak rusak juga diperbaiki. Sebulan setelah itu, mereka pindah ke rumah tersebut.

- Hari ke 1

Di hari pertama mereka pindah tidak ada kejadian aneh. Semuanya seperti biasa. Si dede kelihatan senang dengan kamarnya. Mbak Yona pun tampak senang.

Lain dengan mas Hanung, dia merasa ada yang mengganjal. Ada ubin yang sudah retak, padahal kemarin sudah direnovasi total. Ubin itu terletak di kamar mandi, tepatnya di bagian pojok dekat shower.

Mas Hanung langsung menelepon tukang yang kemarin merenovasi rumahnya,
"Mas, kemarin kamar mandinya direnov juga kan?"
"Iya pak. Kan bapak minta renov total"
"Ubinnya sudah diganti pak?"
"Iya pak"
"Tapi kok ini ada yang retak ya ubinnya?"
"Ah yang benar pak? Sebelum bapak datang sudah saya cek semua kok. Nggak ada yang terlewat pak"
"Ya sudah, besok diganti ubin yang retak ini ya pak"

Mas Hanung mengernyitkan dahi. Jika memang sudah diganti, kenapa bisa rusak secepat itu?  Karena penasaran, dia pun bertanya ke istrinya apa dia tahu penyebab ubin itu rusak.

"Kamu tahu nggak kenapa ubin kamar mandi itu retak?"
"Lah, justru aku mau tanya ke kamu masalah itu tapi lupa"
"Berarti kamu juga nggak tahu kenapa ubinnya begitu?"

Mbak Yona ternyata juga tidak tahu. Tidak mungkin ubin bisa retak tanpa sebab. Apalagi ubin yang retak itu hanya satu, seperti habis dijatuhkan sesuatu yang keras sampai jadi retak.

- Hari ke 20

Ini adalah awal mula munculnya keanehan di rumah itu. Semuanya dimulai dari hawa yang panas dan pengap di dalam rumah. Mas Hanung kemudian berinisiatif memasang AC di ruang keluarga.

Tapi masalahnya tidak selesai, hawa panas itu masih tetap terasa. Anehnya lagi, hanya di ruang tertentu saja hawa panas itu terasa, seperti di ruang keluarga, dapur, dan kamar mandi dekat kamar mas Hanung.

Mas Hanung sempat berpikir bahwa hawa panas itu mungkin cuma perasaannya dia. Sampai akhirnya mbak Yona ikut mengangkat suara.

"A, ini aku doang yang merasa atau kamu juga?"
"Merasa apa?"
"Panas, a! Gerah!"
"Perasaan kamu aja, mungkin"

- Hari ke 24

Hawa panas itu tiba-tiba menghilang, entah apa penyebabnya. Mereka berdua pun tidak tahu sebabnya sampai sekarang. Tapi justru selanjutnya kejadian-kejadian yang lebih menyeramkan datang menghampiri.

- Hari ke 40

Jam di dinding menunjukkan pukul 23.30. Mas Hanung baru sampai di rumah setelah meeting dengan kliennya di luar. Dia melihat mbak Yona sudah tidur dengan si dede.

Karena merasa haus, dia menuju ke dapur. Saat membuka pintu kulkas, terdengar bunyi sesuatu yang digeser. Mas Hanung langsung menoleh. Gelas yang ada di atas meja dari marmer itu bergeser. Dalam gelas itu masih ada sisa air di dalamnya. Dan air di dalamnya tampak masih bergoyang pertanda baru saja bergerak.

Mas Hanung tipe orang yang tidak percaya dengan hal-hal berbau mistis. Dia mengacuhkan saja meskipun mendengar dan tahu kalau gelas itu bergeser.

Setelah minum, ia beranjak ke ruang tengah. Belum sempat keluar dari dapur, gelas itu bergeser lagi. Kali ini langkah mas Hanung terhenti. Meja itu ada di belakang mas Hanung. Suasananya sangat hening dan tenang, hingga tiba-tiba,

Sreeeeettttt...

Gelas itu bergeser kembali. Tanpa menoleh, mas Hanung lanjut berjalan. Mungkin karena angin, pikirnya.

Sebenarnya dia sudah mengantuk dan capek, tapi malam itu klub bola kesayangannya bermain. Dia tak mau ketinggalan hingga akhirnya menonton di ruang keluarga. Di kamar sebenarnya sudah ada TV, tapi dia tak mau membuat mbak Yona dan si kecil terbangun karena suaranya.

Jam menunjukkan pukul 01.30 dini hari, mas Hanung masih asyik menonton bola. Tiba-tiba terdengar suara gelas terjatuh dan pecah dari arah dapur. Mas Hanung kaget. Dia bangun dan beranjak menuju dapur. Ternyata gelas yang tadi bergeser di atas meja itu terjatuh dan pecah.

"Kok bisa?" Pikir mas Hanung. Tak lama, mbak Yona menyusul dengan wajah yang tampak mengantuk dan rambut acak-acakan.

"Apa sih a? Suara apas itu?" Mbak Yona tipe orang yang memang mudah terbangun meskipun dengan suara kecil.

"Iya, itu aku jatuhin gelas. Nggak sengaja kesenggol. Sudah kamu tidur lagi aja ya?"
"Iya a. Bersihin loh"

Mas Hanung sengaja menyembunyikannya. Dia tidak mau membuat istrinya khawatir dan ketakutan. Sambil membersihkan pecahan gelas, pikirannya masih bertanya-tanya kenapa gelas itu bisa terjatuh dengan sendirinya, bahkan angin pun tidak ada.

Selesai bersih-bersih, dia kembali ke ruang keluarga. Lagi, terjadi hal yang aneh. Tadi sewaktu gelas pecah dan ia pergi ke dapur, TV-nya masih menyala. Tapi kenapa sekarang malah mati?

Tidak mungkin mbak Yona yang mematikan TV, dia tahu kalau istrinya tidak akan berani mengganggunya saat sedang menonton bola. Meskipun dia mencoba bersikap cuek, tetap saja dia tak habis pikir. Kenapa TV bisa mati? Ruang keluarga dan dapur lokasinya cukup jauh. Suara TV-nya pun kecil jadi tidak terdengar dari dapur. Mau tak mau pikirannya mulai mengarah ke hal-hal mistis.

- Hari ke 45

Mas Hanung harus pergi ke luar kota karena ada urusan bisnis yang harus dilakukan karena akan menguntungkan perusahaannya. Jam 10.00 pagi mas Hanung berangkat ke bandara. Dengan berat hati, mbak Yona melepas kepergian suaminya, "Jangan lama-lama ya, a"

Semoga nggak ada kejadian aneh, begitu dalam pikiran mas Hanung. Mbak Yona memang belum mengalami hal-hal yang aneh sampai sejauh ini.

Malam tiba, di hari pertama mas Hanung pergi. Mbak Yona dengan si dede bercanda di ruang keluarga, beberapa mainan tampak berserakan di lantai. Tiba-tiba salah satu mainan seperti terlempar atau ada yang menariknya.

Mbak Yona yang kaget langsung melihat ke arah mainan itu. Dia terdiam, tapi dalam pikirannya bertanya-tanya, kenapa mainan itu terlempar ke sana? Masalahnya, si dede sedang bermain dengan mbak Yona. Jika si dede yang melempar, pasti mbak Yona mengetahuinya.

"Ah, mungkin ketendang kaki si dede" mbak Yona coba menenangkan dirinya. Dia pun melanjutkan bermain dengan si dede. Dan lagi, tiba-tiba mainan itu seperti ada yang melempar ke arah mereka berdua.

Si dede yang melihat ke arah mainan itu dilempar langsung menangis. Dia seperti melihat sesuatu yang menakutkan.

Mbak Yona langsung mematikan TV dan menggendong si dede masuk ke kamar. Dia merasa merinding. Mbak Yona sadar, ada sesuatu yang aneh di rumah itu. Sesuatu yang menakutkan dan tengah mengawasi mereka berdua.

Jam di dinding menunjukkan pukul 22.00 saat si dede sudah berhenti dari tangisnya. Mbak Yona ingin cepat-cepat pagi, ia mulai merasa gelisah. Saat ia mencoba untuk tidur, dari luar kamar terdengar suara tangisan anak kecil. Suara itu kecil dan samar, tapi mbak Yona tahu kalau suara itu seperti anak perempuan.

Hampir 1 menit sudah suara tangisan itu terdengar. Mbak Yona mulai ketakutan. Kali ini dia benar-benar yakin jika di rumah itu ada sesuatu yang tidak beres.

Dia cuma bisa baca-baca doa dalam hati. Rasanya ingin segera menelepon mas Hanung, tapi dia takut mengganggu meeting dengan kliennya. Mbak Yona mencoba mengirim sms,

"A.. Kalau sudah selesai meetingnya langsung telepon aku ya"

Tak ada balasan. Mungkin mas Hanung memang sedang sibuk. Suara anak kecil itu masih ada. Intensitas suaranya naik turun, bahkan bisa terdengar jelas suara tangisnya. Tak terasa, air mata mbak Yona turun. Dia merasa begitu ketakutan saat itu.

"Ya Allah... Tolong saya"

Tiba-tiba hp-nya berdering. Ternyata mas Hanung yang menelepon. Tanpa menunggu lama mbak Yona langsung mengangkatnya.

"Kenapa Na?"
"A... hiks.. hiks.."
"Lho, kamu menangis?! Ada apa?!!"

Mbak Yona tidak menjawab, malah tangisannya bertambah kencang. Mas Hanung yang penasaran terus bertanya, tapi mbak Yona cuma menjawab dengan suara tangisnya. Mas Hanung pun jadi semakin panik.

"Na..! Bilang, kamu kenapa menangis?!"

Pikirannya beradu, jika dia mengatakan yang sesungguhnya soal kejadian ini, pasti akan buat mas Hanung khawatir. Tapi ia juga sangat ketakutan di saat yang sama.

Saat menangis, mbak Yona terus melihat ke arah pintu. Ada sesuatu yang membuatnya semakin ketakutan. Gagang pintu kamarnya seperti ada yang memegang. Gagang pintunya bergerak ke bawah seperti ada yang berniat membuka pintu kamarnya.

Melihat itu jantung mbak Yona langsung berdegup sangat keras. Nafasnya seolah akan berhenti. Lalu...

Duk...!! Duk...!!

Terdengar 2 kali suara pintu yang digedor dari luar. Mbak Yona semakin terdiam. Si dede yang terbangun ikut melihat ke arah pintu kamar. Mas Hanung yang masih terhubung di telepon terus berusaha memanggil mbak Yona karena tidak ada jawaban apapun darinya. Ia panik.

Hampir 2 menit mbak Yona terdiam hingga akhirnya suasana kembali tenang.
"Na..! Jawab, kamu kenapa?"
"Nggak apa-apa, a. Cuma kangen aja"

Mendengar jawaban itu justru membuat mas Hanung marah karena sudah membuatnya khawatir.

"Kamu kapan pulang, a?"
"Lusa, na. Tunggu ya"

Mas Hanung tahu ada sesuatu yang tidak beres di rumah itu. Sejak awal pindah, perasaannya sudah tidak enak. Setiap kejadian di rumah itu tidak terjadi terus menerus. Ada jeda waktu yang kadang cukup lama. Itu sebabnya mbak Yona yang sering berada di rumah tidak merasa khawatir.

Memang, setiap kali terjadi hal-hal aneh jantung mbak Yona berdegup kencang.
Ia memang tak punya kelebihan, tapi sang anak-lah yang terlihat memilikinya. Seringkali si dede mendapat gangguan yang membuat mbak Yona kebingungan. Namun karena minimnya pengetahuan tentang hal mistis, mbak Yona hanya membiarkan saja.

- Hari ke 100

Siang itu cuaca di luar terasa panas. Mas Hanung sedang sibuk menyiapkan baju untuk bertemu kliennya. Mbak Yona sebenarnya mau ikut, tapi selalu ada saja halangannya.

"Aku berangkat, ya. Jam 9 malam sudah pulang kok, na"
"Iya, a. Hati-hati"

Menjelang sore, si dede tidak terlihat batang hidungnya. Mbak Yona mencari ke semua sudut rumah tapi nihil. Ia panik, di halaman rumah pun tidak ada. Hanya tinggal 1 ruangan yang belum ia cari, yaitu:

"Gudang"

Mbak Yona masih ragu, tak mungkin si dede pergi ke gudang seorang diri. Karena penasaran, ia pun mencoba mengecek ke gudang. Pintunya ia buka perlahan. Meskipun saat itu siang hari, entah kenapa hawa di gudang sangat berbeda dengan ruang lainnya.

"Dee...! Dedee! Kamu di dalam yaa?"

Ia mendengar suara bisik-bisik dari bagian dalam gudang. Mbak Yona masuk. Gudang itu besar. Banyak barang bekas penghuni sebelumnya ada di gudang itu.

"Dede... Mama cariin lho"

Tiba tiba,
"Hihi..."

Terdengar suara tawa yang sangat ia kenal. Ya, itu suara si dede.
"Dede... Dee... Keluar nak..."

Langkahnya ia percepat. Mbak Yona takut si dede tertimpa barang-barang besar dan berat yang ada di dalam gudang.

Akhirnya mbak Yona melihat si dede, tapi ia bingung. Si dede sedang membelakanginya, tapi tangannya menjulur ke depan seperti orang yang mau memberikan sesuatu. Di tangannya ada mainan yang waktu itu terlempar dengan sendirinya.

"De... Ya ampun, mama cariin kamu lho.."

Si dede langsung menoleh ke arahnya. Saat itu juga mbak Yona langsung menggendong dan membawanya keluar dari gudang itu. Dalam hatinya ia terus bertanya-tanya, si dede ngasih mainan ke siapa?

Pintu gudang langsung dikunci, mbak Yona tidak mau si dede kembali lagi ke dalam sana.

"De... Kamu tadi sama siapa di dalam?" Si dede tak menjawab, dia terlihat sibuk dengan mainannya.

Saat jam sudah menunjukkan pukul 5 sore, mbak Yona berniat memandikan si dede. Di salah satu kamar mandi ada bathtub, di situlah biasanya mereka mandi. Saat sedang asyik mandi dan bermain di dalam bathtub, keran wastafel yang ada di samping bergerak sendiri.

Krekkk...!!

Ada sedikit air yang keluar dari keran yang terbuka. Saat itu juga mbak Yona menyudahi mandi dengan si dede.

Malam hari adalah hal yang paling ia benci. Gangguan itu lebih intens terjadi saat petang tiba. Saat itu mbak Yona sedang menonton TV di kamarnya, tiba-tiba ada suara dari arah ruang keluarga.

Mbak Yona pikir mungkin mas Hanung sudah pulang lalu menyalakan TV. Tapi biasanya setiap mas Hanung pulang pasti langsung masuk ke kamar, tak pernah langsung ke ruang keluarga.

Penasaran, mbak Yona keluar dari kamarnya. Dan benar saja, TV di ruang itu menyala.

"A... Kamu sudah pulang?"

Tidak ada jawaban, tapi ada suara dari arah dapur.

"Ekheemm..." suara seperti orang berdehem.

Mbak Yona yang mendengar itu langsung menuju ke dapur. Sambil berjalan ia terus menggerutu kepada suaminya.

"A... Kamu itu pulang nggak ke kamar dulu? Tumben"

Saat ia sudah berada di dapur, ternyata disana tidak ada siapapun. Mbak Yona tertegun, dia langsung kembali ke kamarnya. Mbak Yona melihat jam di dapur, baru pukul 19.25. Mas Hanung bilang akan pulang pukul 21.00, lalu suara siapa tadi di dapur?

Mbak Yona tidak mau memikirkan kejadian yang baru saja terjadi karena akan membuatnya semakin takut. Malam itu selalu ada suara-suara aneh dari luar kamar. Suara yang menurutnya tidak mungkin dilakukan oleh tikus.

Jam 21.45 mas Hanung belum pulang juga. Dia mencoba telepon mas Hanung, tapi panggilannya tak dijawab. Mungkin masih meeting, begitu pikirnya. Makin lama, mata terasa semakin berat. Si dede sudah terlelap tidur, mbak Yona mematikan TV dan menarik selimutnya.

Ia membaca doa lalu memejamkan mata. Tiba-tiba...

Tok... Tok... Tok...

Mbak Yona langsung terbangun. Dia merasa heran, siapa yang mengetuk pintu kamarnya? Lalu terdengan suara berkata dari luar kamar,

"Non, air sudah siap"

Suara itu seperti suara ibu-ibu. Tapi itu tadi siapa? Siapa Non yang dimaksud?

Bulu kuduk mbak Yona langsung merinding. Dia cuma berdua di rumah dengan si dede dan tidak ada pembantu. Dia langsung kembali tidur dan menarik selimut sampai menutupi seluruh badan.

Tangannya gemetar. Itu adalah suara paling jelas yang pernah ia dengarkan. Mbak Yona tidak berani keluar dari kamarnya. Dia takut jika keluar akan melihat sosok yang tak pernah ia harapkan.

Dengan badan bergetar, bibirnya menguntai doa tanpa henti. Hampir 15 menit mbak Yona berdoa dan coba memejamkan matanya, tapi sulit. Lalu terdengar suara pintu depan terbuka. Mas Hanung, begitu pikirnya. Dia langsung bangun dan berlari ke luar kamar.

Pintu depan berada di samping kamarnya, saat pintu kamar dibuka ia sudah bisa melihat pintu depan. Tapi saat mbak Yona membuka pintu dan menoleh ke arah depan, ternyata tidak ada siapa-siapa.

Dia yakin jika tadi mendengar suara pintu dibuka. Tapi saat dilihat, pintu itu masih tertutup rapat. "Ya Allah..."

Mbak Yona menutup lagi pintu kamarnya. Ia beranjak kembali ke kasur dan menarik selimut. Badannya semakin gemetar, kali ini dia benar-benar panik dan ketakutan.

Si dede yang tidur di sebelahnya hampir saja terbangun karena mbak Yona sedikit berisik. Sebenarnya mbak Yona ingin sekali membangunkan si dede agar menemaninya, tapi ia tak tega.

Dia semakin banyak membaca doa. Pintu depan kembali terdengar seperti terbuka. Kali ini bukan pintu depan saja, tapi pintu kamarnya pun terbuka.

"Na...?"

Suara itu, suara yang sangat ia kenal. Suara yang menenangkan jiwanya.

"Aa...!!"

Mbak Yona langsung bangkit dan memeluk mas Hanung yang ternyata baru pulang. Mas Hanung yang kebingungan melihat respon istrinya langsung bertanya,

"Kamu kenapa, na? Kok gemetar?"
"Nggak apa-apa, a. Cuma kedinginan, mungkin karena AC"

Mas Hanung melihat mata mbak Yona. Dia tahu kalau istrinya berbohong. Tapi karena lelah, besok pagi baru akan ia tanyakan pada istrinya.

"Ya sudah, aku mandi dulu sebentar"
"Iya, a. Aku siapkan bajunya dulu. Kamu mau makan?"
"Boleh, na. Kebetulan aku tadi nggak makan di luar"

Malam itu mbak Yona menemani suaminya makan di dapur. Mereka mengobrol ringan seputar pekerjaannya, namun dalam hati mas Hanung masih terbayang kejadian saat dia datang tadi. Ekspresi wajah dan badannya yang bergetar membuat ia curiga. Hal itu seolah memaksa mas Hanung untuk membuka topik baru.

Mas Hanung menarik nafas panjang. Namun begitu ia melihat wajah sang istri yang tampak begitu kelelahan, akhirnya niat untuk bertanya kembali dia urungkan.

Makan malam sudah selesai dan mbak Yona sedang mencuci piringnya. Tiba tiba terdengar suara tangis. Mereka berdua terdiam.

"A.. Suara si dede ya?"
"Iya na, coba aku cek ya"

Mas Hanung berlari kecil ke kamarnya. Saat pintu dibuka, benar saja si dede sedang menangis dalam posisi duduk. Mas Hanung langsung menggendongnya.

"Kenapa de? Kok tiba-tiba nangis?"

Si dede masih terus menangis. Tangannya diangkat dan mengarah ke belakang badan mas Hanung seperti menunjuk. Mas Hanung menoleh ke belakang dan bingung karena ia tidak melihat ada apapun di situ. Mbak Yona pun datang,

"Kenapa a si dede?"
"Nggak tahu na. Pas aku datang, si dede sudah duduk di kasur"

Mbak Yona langsung mengambil alih badan si dede.
"Cup..cup..cup..sayang, aduuhh kenapa anakku sayang?"

Kembali tangan si dede menunjuk ke arah yang sama. Mbak Yona pun menoleh dan juga tak melihat apa-apa. Perasaannya sebagai seorang ibu merasa tidak enak. Dia langsung membawa si dede ke ruang keluarga.

"Ini sudah kesekian kalinya si dede bertingkah aneh sejak pindah ke rumah ini" ucap mbak Yona dalam hati.

Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 23.50. Si dede sudah kembali tidur dan mas Hanung masih menonton TV bersama mbak Yona. Tiba-tiba mas Hanung menoleh ke arah istrinya, mbak Yona sadar bahwa suaminya ingin bertanya sesuatu.

"Besok ya, a. Aku ceritakan semuanya"

Mas Hanung terhenyak. Padahal dia belum mengucapkan sepatah kata pun, tapi istrinya seperti sudah tahu apa yang hendak ia tanyakan. Kali ini mas Hanung seperti antara percaya dan tidak percaya. Apakah mungkin ada kejadian seperti yang diceritakan istrinya? Tapi ia tetap berusaha acuh tak acuh.

- Hari ke 150

"Hou je mond!!!"
(Diam!!!)

Tepat pukul 22.00 suara itu terdengar dari arah kamar mandi. Mbak Yona yang saat itu sedang sendirian di ruang keluarga menunggu suaminya kaget. Suara siapa itu?

Dia langsung menuju ke kamar mandi, dibukalah pintunya tapi tidak ada siapa-siapa. Suara tadi terdengar berat seperti diucapkan oleh laki laki yang berusia 50 tahun ke atas.

Awalnya, mbak Yona tak tahu apa yang diucapkan itu. Tapi mulai hari ini hingga 2 minggu selanjutnya, suara bentakan itu pasti terdengar setiap pukul 22.00.

Awalnya ia ketakutan bukan main, tapi semakin lama dia jadi terbiasa dan paham apa kata-kata yang diucapkan itu. Pada hari ke 3, mbak Yona berinisiatif untuk merekam suara itu dengan hp-nya.

Sampai saat ini rekaman itu masih ada. Setelah suara itu terekam, mbak Yona pelan-pelan coba mendengarkan kembali bahasa apa itu tapi selalu gagal.

Pada hari ke 6, mas Hanung sudah ada di rumah sejak sore hari. Dia asyik bermain dengan si dede di halaman depan. Hingga akhirnya malam tiba dan pada pukul 22.00 mas Hanung yang berada di ruang keluarga mendengar suara bentakan,

"Hou je mond!!"

Mas Hanung yang sedang asyik menonton langsung terdiam. Dia beranjak ke kamarnya dan melihat mbak Yona yang sedang tidur dengan si dede. Awalnya dia hendak bertanya ke istrinya, tapi diurungkan.

Kali ini ia berjalan ke dapur dengan membawa tongkat untuk berjaga-jaga. Dia pikir suara yang berasal dari kamar mandi itu adalah suara maling. Dia berjalan mengendap-ngendap. Saat sudah di depan pintu kamar mandi, ia dorong pintu itu dengan tongkat yang dibawa.

Tapi seperti yang sudah-sudah, tidak ada siapapun di dalam sana. Mas Hanung terheran-heran, dari mana asal suara itu? Saat sedang bingung itulah matanya tertuju ke bawah. Lantai yang dulu retak lalu diperbaiki, kini kembali retak.

"Ini kenapa sih? Kok retak lagi?"

Ubin yang retak itu terletak persis di ubin yang pernah retak sebelumnya. Tapi ia tak mau ambil pusing, dia kembali ke ruang keluarga.

Keesokan harinya mbak Yona bertanya padanya,

"A.. Itu ubin retak lagi ya?"
"Iya na, aku juga heran kenapa bisa begitu. Nanti aku panggil tukang buat ganti"

Mas Hanung pamit untuk berangkat meeting. Mbak Yona sudah mulai merasa aneh dengan rumah ini. Sebenarnya mbak Yona dan mas Hanung tergolong orang yang rajin beribadah. Sholat tak pernah mereka tinggalkan.

Saat malam tiba, mas Hanung mengirimkan SMS,
"Na.. Aku nggak pulang malam ini karena capek, jadi aku nginep di rumah teman ya"
Mas Hanung mengirim pesan kepada istrinya karena khawatir dia menunggu.

"Iya a.. Besok pagi langsung pulang ya"
"Iya na"

Itu artinya malam ini mbak Yona kembali hanya berdua dengan si dede. Dia pun berdoa semoga malam ini tidak ada gangguan dari "mereka".

Pukul 01.00 dini hari, mbak Yona terbangun. Bukan tanpa alasan, ada sesuatu yang membuatnya terbangun. Suara tawa, benturan gelas, terdengar nyaring seakan ada sekumpulan orang sedang berbincang. Entah kenapa suara-suara itu terdengar sampai kamarnya.

Mbak Yona ragu antara ingin bangun atau tidak, tapi suara itu sudah sangat mengganggu sekali. Dia juga khawatir suara-suara itu akan membangunkan si dede nantinya.

Awalnya dia sudah coba untuk memejamkan matanya, tapi sulit karena suara tawa itu selalu terdengeran di telinganya. Karena sudah tak tahan lagi, ia berteriak kencang dari dalam kamar,

"Diammm...!!!"

Mbak Yona kesal, dia ingin beristirahat. Tubuhnya sudah kelelahan malam itu. Entah kenapa suara-suara itu langsung menghilang setelah mbak Yona berteriak. Sedikit terbesit di hatinya rasa penyesalan karena sudah membeli rumah ini. Tapi mau bagaimana lagi, mengeluh ke suaminya pun hanya akan membuat masalah baru nantinya.

Mbak Yona mengambil hp yang ada di atas meja, dia coba menelepon mas Hanung.
2 kali panggilan tidak dijawab. Mbak Yona pasrah, dia butuh teman mengobrol malam itu. Dia merasa terjebak di kamar, sampai...

Tok... Tok... Tok...

Ada yang mengetuk pintu kamarnya, mbak Yona terdiam. Lalu tiba-tiba ada suara,

"Mikaiill..."

Terdengar suara panggilan dari luar pintu. Itu suara anak kecil yang memanggil. Mikail adalah nama si dede, tapi siapa itu? Bagaimana dia bisa tahu nama anaknya?

"Siapa itu? Jangan ganggu anak saya!" teriak mbak Yona.

"Hihihi... Mikaill..." terdengar suara tawa yang diikuti suara panggilan kembali terdengar.

"Pergi..!!" teriak mba Yona lagi.

"Hihihi..." sumber suara itu terdengar mengecil diiringi suara  seperti langkah kaki yang menjauh.

Suasana kembali hening. Mbak Yona terpaku, tubuhnya mulai gemetar. Perlahan rasa kantuk kembali menerpa dirinya, pelan-pelan ia menutup matanya dan berharap bisa melewati malam itu.

Saat mata mbak Yona terbuka, dia melihat jam di kamar itu sudah menunjukkan pukul 05.30. Dia langsung terbangun dari tidurnya karena telat sholat subuh. Mbak Yona keluar dari kamarnya hendak ke kamar mandi, tapi disana langkahnya terhenti.

Saat melewati dapur, mbak Yona kaget luar biasa. Di atas meja makan dari marmer itu ada beberapa gelas dan botol yang berserakan.

"Ya Allah, apa ini?"

Seakan kejadian tadi malam itu memang benar-benar terjadi. Mbak Yona ingin menangis rasanya, jiwa dan batinnya mulai tertekan. Dia langsung masuk ke kamar mandi, mengambil wudhu dan melanjutkan sholat subuh. Semakin hari, rumah itu semakin menunjukkan wajah aslinya.

- Hari ke 200

Duk..duk..duk.. Si dede berlari dari ruang keluarga menuju dapur.

"Dee.. Jangan lari-lari nanti jatuh"

Mbak Yona melihat si dede seakan sedang bermain dengan seseorang. Ada beberapa kertas dan pensil berwarna di ruang keluarga. Saat mbak Yona berniat membereskan, secarik kertas menyita perhatiannya. Sebuah gambar yang menurutnya aneh, sangat aneh.

Kertas itu bergambar anak kecil, tapi bukan si dede itu sendiri. Disekitarnya berwarna merah dan pada wajahnya ada gigi taring. Mbak Yona tahu ini adalah hasil gambar anaknya. Abstrak, namun seperti menggambarkan apa yang dia lihat. Mbak Yona khawatir, sosok apa yang digambar si dede?

Mas Hanung datang, dia baru saja selesai memperbaiki pagar yang rusak.

"Kenapa na? Kok diam disitu?"
"Hah.. Nggak apa-apa, a. Kesini deh sebentar"

Mas Hanung lalu menghampiri istrinya,
"Nih lihat" mbak Yona menyodorkan gambar itu.

Mas Hanung memperhatikan baik-baik gambar itu, dia pun merasa aneh dengan gambar yang dibuat anaknya.

"Ini dede yang gambar, na?"
"Iya a"
"Ditaruh aja ya, jagann terlalu dipikirkan"
"Iya a.."

Kali ini mas Hanung bukannya tidak peduli, tapi dibenaknya sudah ada niat untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di rumah ini. Kebetulan dia punya teman seorang indigo yang bisa melihat hal-hal mistis.

"Na, kertasnya ditaruh di tas kerjaku ya"
"Buat apa a?"
"Sudah, nanti aku ceritakan"

Mbak Yona menurut, dia melihat mimik wajah mas Hanung seperti sudah risih dengan kejadian-kejadian ganjil yang terjadi belakangan ini.

"Si dede mana?"
"Itu tadi lari ke arah dapur a"

Mas Hanung berjalan ke arah dapur, dia mau mengajak si dede main di halaman depan. Mbak Yona masih sibuk membereskan mainan si dede yang berantakan. Tiba-tiba...

"De..! Ya Allah, taruh! Taruh!"

Terdengar suara teriakan dari arah dapur yang mengagetkan mbak Yona. Dia langsung bangkit dan menyusul ke dapur.

"Kenapa a?"

Suaminya tak menjawab. Wajah mbak Yona sudah panik saat itu, dia melihat mas Hanung sedang menggendong si dede dan ada sebuah pisau di lantai.

"Itu pisau bekas apa a?"

Mbak Yona bertanya lagi sambil mengecek badan si dede takut ada yang terluka. Akhirnya mas Hanung menjawab,

"Tadi pas aku sampai sini, si dede lagi pegang pisau, na"
"Ya allah nak..."
"Yang bikin aku takut, gestur badannya kayak lagi nodong sesuatu dengan pisau itu. Kenapa dia jadi begini ya?"
"Serius a? Astaga nak kamu kenapa jadi begini sih?"
"Kamu gendong sebentar, aku mau telepon temenku dulu"

Mas Hanung menuju kamarnya, dia berniat menelepon temannya yang indigo itu.

"Assalamualaikum, kang gimana kabarnya? Begini, saya mau ketemu bisa nggak? Ada hal penting yang mau saya bicarakan"

Sayang temannya itu sedang berada di luar kota, jadi mas Hanung harus menunggu sampai dia pulang. Keadaan semakin mengkhawatirkan. Semakin lama, sosok-sosok tak kasat mata yang ada di rumah itu semakin berani menampakkan dirinya. Seakan "mereka" sudah terbiasa dengan kehadiran keluarga mas Hanung.

- Hari ke 220

"Hou je mond!!"

Suara bentakan itu kembali terdengar. Kali ini mas Hanung dan mbak Yona mendengarnya bersamaan saat hari masih sore.

"A..!" Mbak Yona menatap mas Hanung
"Iya, aku tahu. Biarkan saja"

Tapi kali ini ada yang berbeda. Terdengar suara lain yang terdengar dari arah kamar mandi itu. Itu suara tangisan seorang wanita yang lirih seakan sedang kesakitan.

"Ya ampun, a.." Mbak Yona mulai ketakutan. Tangannya memegang lengan mas Hanung dengan kuat.

"Biasanya juga begitu, na?"

"Nggak, a. Suara nangisnya baru kali ini aku dengar"
"Kita berdoa saja ya"

Mas Hanung bukannya tak mau memeriksa, tapi rasanya akan percuma saja karena sia-sia tidak bisa melihat apa-apa nantinya.

"Brakkk !!!"
Terdengar suara pintu seperti dibanting dengan keras.

Keduanya langsung menengok ke arah asal suara tersebut. Suara itu berasal dari pintu kamar mereka. Tampak si dede yang membukanya lalu ia berlari ke arah gudang dan masuk ke dalamnya.

"Dee..!!"

Mas Hanung dan mbak Yona sontak berteriak dan mengejarnya. Tapi mereka merasa aneh, kok cepat sekali larinya anak ini?

Saat mereka masuk ke dalam gudang, lampunya mati. Mbak Yona merasa merinding, dia berlindung di balik badan mas Hanung.

"A.. Kenapa seram sih gudangnya?" Mas Hanung mencoba menyalakan lampu, tapi belum terlihat si dede.

"Nak.. Dimana kamu?"

Memang, dari pertama kali pindah ke rumah ini mas Hanung belum pernah sekalipun masuk ke gudang.

"Dee.. Jangan main di sini, bahaya" Tak ada jawaban, hening.

Mas Hanung dan mbak Yona mencari keberadaan si dede ke setiap sudut gudang, tapi nihil. Mereka kebingungan, mereka yakin tadi si dede lari ke arah gudang ini.

"A.. Kemana si dede? Ya ampun" Mbak Yona mulai menangis. Dia takut, panik, tak mau terjadi apa-apa dengan anak semata wayangnya.

"Na, coba kamu lihat ke kamar" perintah mas Hanung.

Mbak Yona langsung berlari ke kamarnya, sementara mas Hanung masih di dalam gudang. Ia melihat sekeliling, hawa mistis seakan menyelimuti. Satu persatu ia perhatikan barang-barang yang ada di gudang, hampir semuanya ditutupi oleh kain dan plastik putih.

Rasa penasarannya muncul saat melihat sebuah kardus yang ada di pojokan. Kardus itu menarik perhatiannya, penuh debu dan diikat dengan tali. Dia mengambil kardus itu dan membukanya.

Di dalamnya ada sebuah baju yang masih terlihat bagus. Dari ukurannya, itu seperti baju anak kecil perempuan. Mas Hanung meletakkan baju itu dan mengambil kotak kecil disampingnya. Itu seperti mainan yang bisa mengeluarkan suara jika diputar. Ia lalu mencobanya.

Tinngg...tinggg..tinnggg...
"Lumayan buat si dede nih mainannya" pikir mas Hanung.

Selanjutnya mas Hanung melihat kembali ke dalam kardus. Ada sebuah foto yang masih hitam-putih. Tampak potret seorang lelaki berkumis tebal, wanita cantik, dan seorang anak perempuan kecil di tengahnya.

Apa mungkin itu foto keluarga yang dulu pernah tinggal di rumah ini? Mas Hanung penasaran, tapi biarlah itu menjadi masa lalu di rumah ini.

Sreekkkk...!!
Sebuah kardus lain tiba-tiba bergeser, mas Hanung kaget. "Siapa itu?"

Tak ada jawaban. Dia langsung merapikan kembali kardusnya dan berjalan keluar. Belum sampai keluar, langkahnya terhenti sejenak. Ada sebuah benda yang kembali menarik perhatiannya.

Itu adalah sebuah jam besar. Jam kuno dengan bandul yang apabila jarum menunjukkan pukul 12 akan berbunyi:
Tenggg...tenggg...tenggg...

Mas Hanung melihat jarumnya berhenti. Dia mengambilnya, banyak debu menutupi kacanya. "Lumayan nih buat pajangan di ruang keluarga" pikir mas Hanung. Tiba tiba...

"A... Si dede ternyata tidur di kamar" ucap mbak Yona.
"Aduh kamu mengagetkan saja"
"Hehe.. Maaf a"
"Terus tadi siapa yang lari ke dalam sini?"

Keduanya terdiam, mereka saling bertatapan seakan tak percaya dengan apa yang terjadi sebelumnya. Padahal mereka berdua tadi melihat sendiri si dede berlari dan masuk ke dalam gudang ini.

"Sudah, na. Jangan dipikirkan" mas Hanung mengajak istrinya keluar dari gudang.
"A.. Aku mau cerita"
"Cerita apa na?"
"Tentang kejadian aneh di rumah ini, a. Keganjilan yang terjadi setiap kamu nggak pulang"
"Sini duduk" mas Hanung mengajaknya duduk di sofa.
"setiap aa nggak pulang, selalu ada kejadian aneh di rumah ini. Mulai dari suara tawa, gelas yang berbenturan, sampai suara mbok-mbok. Bahkan aku pernah menemukan banyak gelas dan botol berantakan di atas meja makan"
"Serius kamu, na?"
"Apa wajahku tampak berbohong, a?"

Mas Hanung terdiam, pikirannya seakan buyar. Dia tak tahu harus menjawab apa. Dia percaya semua ucapan istrinya, tapi lalu apa yang harus dia lakukan?

"Kamu menyesal sudah mengambil rumah ini?"
"....." Mbak Yona tak menjawab. Ia tertunduk lesu, takut mas Hanung akan marah kepadanya.

"Sudah, yuk kita sholat Ashar dulu"
"iya a" mbak Yona bersyukur dia mempunyai suami yang bukan pemarah.

Malam itu, jam dinding menunjukkan pukul 20.00. Mas Hanung sedang menelepon kliennya di teras depan, sementara mbak Yona sedang menonton TV dengan si dede.

Braaakkk!!!

Mbak Yona kaget, ada suara seperti pintu dibanting dari arah kamar mandi. Mas Hanung yang berada di luar pun mendengar suara itu lalu langsung masuk ke dalam.

"Apa itu na?"
"Nggak tahu, a. Aku dari tadi di sini sama si dede"
"Dari arah mana suaranya?"
"Kamar mandi, a"

Mas Hanung bergegas ke kamar mandi. Pintunya tertutup, dan anehnya lagi pintu itu terkunci seolah ada orang di dalamnya.

"Kamu yang mengunci pintunya, na?"
"Lho, nggak a. Aku kan di ruang keluarga dari tadi"

Mas Hanung coba mendobrak pintu itu tapi sulit sekali. Setelah mencoba beberapa kali, pintu itu akhirnya terbuka. Dan di dalamnya tampak berantakan.

Gagang shower itu menggantung ke bawah dan bathtub tampak retak. Anehnya, ada cairan seperti darah di bagian tembok dan ujung bathtub itu.

"Ya ampun a..."
"Kita keluar dulu, na. Siapkan baju kita ya"
"Mau kemana a?"
"Sudah, nanti kita bicara di mobil"

Mbak Yona langsung bergegas ke kamarnya dengan mengajak si dede. Saat itu ia sudah sangat panik, kian lama keanehannya semakin menjadi. Mas Hanung langsung menelepon temannya yang indigo. Menurutnya, kejadian ini sudah kelewatan.

Tuuuuttt..tuuuuttt..tuuuuuttt..

Panggilan di telepon tidak diangkat. Mas Hanung langsung bernjak ke kamar.

"Sudah na?"
"Sebentar lagi a. Lagi dipilih dulu"
"Sudah, seadanya saja na"
"i..iya a"

Selagi mbak Yona menyiapkan baju, mas Hanung kembali mengecek kamar mandi itu. Darah yang ada di temboknya semakin banyak, seakan menetes hingga ke lantai.

"Ya ampun, apa ini?" batin mas Hanung.
"A...udah, ayo"

Ternyata mbak Yona menyusul ke kamar mandi. Mas Hanung langsung mengambil kunci mobil dan bergegas ke halaman bersama mbak Yona dan si dede.

Di dalam mobil, si dede bertingkah aneh. Ia berdiri diantara tempat duduk, tangannya menunjuk ke depan seakan ingin memberitahu sesuatu.

"Kenapa nak? Kamu nunjuk apa?"

Mereka berdua bingung dan penasaran. Ternyata si dede menunjuk ke arah kaca depan rumahnya. Mereka semua lalu melihat ke arah sana dan ternyata benar saja.

Ada satu sosok yang berdiri di balik kaca, ini pertama kali bagi mas Hanung dan mbak Yona melihat sosok seperti itu secara langsung. Sosok itu berwujud anak kecil yang sedang berdiri menatap mereka. Bayangannya samar-samar terlihat dari balik kaca, matanya yang bersinar merah seakan menembus kaca itu.

"Ya ampun, itu apa a?" Mas Hanung tak menjawab, ia langsung menjalankan mobilnya dan pergi meninggalkan rumah tersebut.

"A..." Mas Hanung masih terdiam, tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya.

Air mata mbak Yona perlahan menetes. Dia merasa bersalah karena dulu telah memaksakan keinginannya untuk pindah ke rumah itu.

"Sudah, sayang. Kamu jangan nangis. Malam ini kita tidur di hotel dulu"

Mbak Yona menghapus air matanya. Ia lega sang suami ternyata tidak marah. Mbak Yona melihat ke belakang, si dede sudah tertidur pulas. Mungkin hari ini akan menjadi saat terakhir mereka di rumah itu.