Cerita Horor Jawa: Teror Hantu Mbah Dimah
Kisah misteri kali ini adalah sebuah cerita horor Jawa mengenai teror hantu Mbah Dimah yang bergentayangan mengganggu warga. Mbah dimah yang meninggal setelah terpuruk akibat kepergian suaminya lantas sering mengganggu warga dengan masuk ke kamar mandi rumah mereka. Kisah horor ini pernah menghebohkan masyarakat pada medio tahun 1970 lalu.
Kisah nyata horor terbaru ini ramai di Twitter dan diceritakan oleh akun @AgilRSapoetra. Kami menulis ulang ceritanya dengan mengganti beberapa susunan kata dan kalimat tanpa mengubah alur atau jalan cerita. Selamat membaca.
Pati, Jawa Tengah - circa 1970
Di sebuah desa hiduplah pasangan orang tua tanpa anak, mbah Surono dan mbah Dimah. Mereka adalah orang yang tergolong kaya saat itu. Mbah surono; suami mbah Dimah; terkenal sebagai "orang pintar" atau dukun yang sakti.
Pasien mbah Surono pun berdatangan dari seluruh daerah, bahkan dari luar pulau Jawa pun ada. Meski demikian, mbah Surono dikenal memiliki sifat sombong dan keras kepala. Tak jarang ia mengancam seseorang yang terlibat masalah dengannya untuk disantet atau diguna-guna.
Warga desa pun takut dan segan dengan beliau. Pernah ada kejadian, salah satu warga desa meninggal secara tak wajar setelah terlibat cekcok dengan mbah Surono. Konon katanya, orang tersebut disantet dan warga percaya jika pelakunya adalah mbah Surono. Sebab sebelumnya mbah Surono memang sempat meneriakinya, "Tak santet kowe!" (Tak santet kamu).
Sejak saat itu, para warga takut dan lebih memilih menghindari, agar tidak mencari masalah dengan mbah Surono. Tak jauh berbeda dengan suaminya, mbah Dimah pun memiliki sifat yang sama dengan suaminya, ia dikenal suka mengancam orang lain. Dari desas-desusnya, mbah Dimah ini juga sama saktinya dengan mbah Surono. Jadi bisa dibilang mereka adalah pasangan dukun.
Karena sifat dan status mereka, mbah Surono dan mbah Dimah dijauhi oleh warga desa. Tak ada satupun warga desa itu yang berobat atau sekedar berkonsultasi kepada mereka. Semua pasiennya berasal dari luar kota.
Beberapa warga yang penasaran sempat bertanya kepada para pasien mbah Surono. Kata mereka, mbah Surono ini dukun ampuh, sakti mandraguna! Para kliennya pun bukan orang sembarangan. Mulai dari lurah, bupati, para pejabat, dan orang-orang penting.
Tapi masa kejayaan mereka tak lama. Sekitar tahun 1976, mbah Surono jatuh sakit. Kabarnya ia mengalami gagal ginjal. Seperti kata pepatah Jawa "Ngunduh wohing pakarti", semua orang akan menuai akibat dari perilakunya sendiri.
Mereka pun menutup praktik perdukunannya. Mbah Surono sempat berobat secara medis tapi tak kunjung sembuh. Sampai-sampai tanah dan rumah mereka dijual untuk biaya berobat. Berselang satu tahun kemudian; yakni tahun 1977; mbah Surono tutup usia.
Sepeninggal suaminya, mbah Dimah tak lagi tinggal di rumahnya yang megah karena sudah terjual. Kini mbah Dimah hanya tinggal di rumah gubuk kecil berukuran 2x1 m sebagai harta satu-satunya. Rumahnya itu berada di pinggiran kebun, tengah desa. Dan disinilah cerita mbah Dimah dimulai.
Berbulan-bulan sepeninggal suaminya, mbah Dimah jarang keluar rumah. Para warga pun acuh mengingat sifat dan perlakuannya ke warga dahulu, meskipun sempat terbesit rasa kasihan. Lambat laun warga mengetahui kalau mbah Dimah kini mengalami gangguan jiwa.
Di suatu sore sekitar tahun 1978, mbah Dimah dengan keadaan telanjang bulat keluar menghampiri warga yang tengah berkumpul. Ia membawa seekor kucing yang sudah mati lalu menawarkan kepada warga untuk membelinya. Sontak para warga yang ketakutan lantas membubarkan diri.
Sejak itu mbah Dimah dikenal sebagai orang gila di desanya. Para warga sebenarnya sudah memaafkan kesalahan-kesalahan beliau yang terjadi di masa lalu. Tak jarang mereka patungan untuk sekedar memberi makan mbah Dimah.
Anehnya, mbah Dimah ini mempunyai kebiasaan suka menumpang mandi di "jeding" (kamar mandi) milik tetangganya di malam hari. Pada jaman itu, rata-rata kamar mandi memang letaknya berada di luar rumah, terpisah dari rumah utamanya. Jadi jika mereka ingin mandi atau sekedar buang hajat maka harus keluar rumah dahulu.
Terkadang mbah Dimah mandi pada pukul 12 malam. Ia sering buang air besar sembarangan tidak pada lubangnya, atau bahkan tidak disiram sama sekali. Hampir semua kamar mandi warga desa itu sudah pernah dimasuki mbah Dimah.
Dan yang paling menjengkelkan adalah, mbah Dimah suka buang air besar sembarangan meskipun di kamar mandi tidak ada klosetnya. Beberapa warga sampai ada memasang gembok di setiap kamar mandinya agar tidak dimasuki oleh mbah Dimah.
Pernah suatu hari mbah Dimah mengulangi kebiasaannya. Ia buang air besar di kamar mandi umum. Di kamar mandi itu ada bak air besar yang biasanya dipakai untuk menampung air mandi, dan mbah Dimah malah buang air besar persis di dalam bak mandinya.
Sontak para warga yang mengetahui kejadian itu marah besar. Mereka yang selama ini selalu mencoba bersabar akhirnya tak tahan lagi, akhirnya mbah Dimah dimarahi orang satu desa. Ada warga yang bahkan sampai nyeletuk, "Diobong wae mbah Dimah!!!" (mbah Dimah dibakar saja). Dan ada warga lain yang juga menyahut, "Ho'o diobong wae!" (iya, dibakar saja).
Terang saja mbah Dimah ketakutan. Ia menangis dan meronta. Tapi anehnya, dengan keadaan bertelanjang bulat, mbah Dimah berdiri dan menggeram seperti orang kesurupan. Ia lalu menggigiti (maaf) payudaranya sendiri sampai terkelupas lalu berlari pulang ke rumahnya.
Sejak saat itu mbah Dimah tak terlihat lagi. Hingga sekitar satu bulan kemudian, para warga yang terus bertanya-tanya mengenai keadaan mbah Dimah mencoba mengecek ke rumahnya. Saat masuk, mereka mencium bau busuk yang tak sedap. Mereka menemukan mbah Dimah sedang menggigil kedinginan.
Badannya demam, dalam keadaan bertelanjang bulat ia tertelungkup di bilik kamarnya. Sepertinya payudara yang tempo hari digigitnya mengalami infeksi. Atas persetujuan warga, mbah Dimah dibawa ke bidan desa setempat. Namun karena lukanya sudah terlampau parah dan membusuk, ia dirujuk ke rumah sakit.
Setelah 2 hari menjalani perawatan, mbah Dimah meninggal dunia. Jenazahnya pun diantar pulang untuk dimakamkan. Saat pemakaman berlangsung terjadi hal ganjil. Setiap kali jenazah mbah Dimah diturunkan ke liang lahat, entah kenapa selalu kurang panjang. Lubangnya sudah coba dilebarkan lagi tetap kurang panjang. Itu dilakukan hingga berkali-kali. Akhirnya jenazah mbah Dimah dimakamkan dengan kepala sedikit ditekuk.
Setelah pemakaman selesai, warga memutuskan untuk membersihkan rumah mbah Dimah. Disana mereka menemukan barang-barang yang aneh seperti tulang-tulang hewan dan bangkai kucing yang sepertinya baru beberapa hari lalu mati. Mbah Dimah memang dari dulu dikenal suka memelihara kucing.
Setelah rumahnya bersih, para warga pun melanjutnya aktivitas seperti biasa. Tapi 3 hari setelah kematian mbah Dimah, teror itu dimulai.
Pak Sunari terbangun di tengah malam karena mendengar suara air yang berisik di kamar mandinya. Seperti tidak sadar, dia mengambil senter lalu keluar sambil berkata dalam hati "Mbah Dimah meneh iku mesti" (ini pasti ulah mbah Dimah lagi). Sambil menyoroti senternya, pak Sunari mengambil sebuah batu lalu melemparkan ke atap kamar mandinya sambil berteriak, "Minggat ora koe?!" (pergi tidak kamu?!)
Duaaaarrrr!!! Terdengar suara yang sangat keras karena batu mengenai atap seng. Terlihat mbah Dimah keluar tergopoh-gopoh sambil cekikikan. Ia lalu berlalu dan hilang di kegelapan malam. Baru beberapa saat kemudian pak Sunari tersadar. Lho, mbah Dimah kan sudah mati?!? Dengan panik pak Sunari buru-buru masuk ke rumahnya.
Keesokan harinya Pak sunari cerita ke warga, dan ternyata ada sekitar 4-6 orang yang mengalami kejadian serupa. Mereka juga awalnya seperti tak sadar jika mbah Dimah sudah meninggal.
Berselang sehari, kejadian yang sama terjadi di rumah pak lurah. Bedanya, kamar mandi pak lurah adalah kamar mandi dalam dimana orang luar tidak bisa sembarangan masuk. Jadi di jam yang sama, pak lurah mendengar suara orang sedang bermain air di kamar mandinya. Setelah dilihat, ada mbah Dimah sedang "kungkum" berendam masuk ke bak mandinya.
Kali ini pak lurah sadar kalau itu adalah hantu mbah Dimah karena ia sudah dengar dari cerita warga sebelumnya. Pak lurah yang diam terpaku justru disambut tawa melengking oleh sosok mbah Dimah itu. Seluruh badannya berada di bak mandi, hanya tersisa wajah dan kepalanya di atas air.
Kejadian mistis itu terjadi hinga 7 hari berturut-turut. Hampir semua kamar mandi warga didatangi mbah Dimah. Warga mulai berpikir, apa mungkin karena beliau tidak pernah didoakan ya? Masalahnya, warga desa tidak ada yang tahu apa agama mbah Dimah, mungkin kejawen.
Atas saran sebagian besar warga, mbah Dimah didoakan dengan cara Islam. Malamnya, para warga mengadakan acara tahlilan di makam mbah Dimah. Menurut kesaksian warga yang hadir, saat sedang tahlilan semua orang yang ada disana mencium bau busuk. Persis seperti bau saat mbah Dimah ditemukan di rumahnya dalam keadaan demam.
Setelah tahlilan, ternyata gangguan-gangguan itu tetap ada. Hantu mbah Dimah bergentayangan mengganggu warga. Sampai-sampai kalau tengah malam terdengar suara di kamar mandi, warga memilih diam ketakutan.
Cerita tentang hantu mbah Dimah ini menghebohkan seantero desa, bahkan tersiar sampai ke luar kota. Sampai akhirnya terdengar oleh seseorang yang mengaku sebagai teman seperguruan mbah Surono.
Saran beliau, makam mbah Dimah harus dipindahkan ke bekas rumahnya. Para warga pun menuruti saran itu. Rumah mbah Dimah diratakan dengan tanah lalu jenazahnya dipindahkan ke bekas rumahnya. Dan memang benar, setelah itu teror hantu mbah Dimah sudah tak ada lagi.