Cerita Mistis: Penunggu Pohon Coklat

Kisah Misteri Penunggu Pohon Coklat

Kali ini kami akan membagikan sebuah cerita mistis berjudul "Penunggu Pohon Coklat". Kisah horor ini awalnya diceritakan oleh aku twitter @Nyetopcovid19 yang kami tulis ulang dengan mengubah beberapa susunan kata dan kalimat tanpa mengubah alur atau jalan cerita.

Cerita mistis ini adalah pengalaman yang dialami temanku, Maria. Cerita ini pun sudah mendapat izin dari yang bersangkutan untuk diposting dengan beberapa pengembangan agar lebih mudah dipahami para pembaca.

Nama-nama dalam cerita ini akan disamarkan dan apabila terjadi kesamaan itu hanyalah kebetulan belaka. Selamat membaca, jangan lupa tutup jendela dan pintu, serta periksa di bawah tempat tidur kalian apakah masih sendiri atau sudah ditemani sosok-sosok menyeramkan itu.

Aku adalah cewek yang diberi karunia lebih dari yang lain oleh Tuhan. Terkadang karunia ini membuatku merasa takut, kadang juga seru, bahkan mengerikan.

Ya, tebakan kalian benar, aku diberi Tuhan karunia berupa indra ke 6 sehingga mampu melihat dan merasakan kehadiran makhluk-makhluk gaib yang orang lain belum tentu bisa.

Ada banyak kejadian horor dalam hidupku yang sepertinya menarik untuk dibagikan kepada kalian.

Kejadian ini berlangsung 3 tahun yang lalu. Tepatnya di daerah Jawa Timur dengan plat kendaraan AG yang berada di kaki sebuah gunung api yang masih aktif.

Aku ingat hari itu hari Jum'at. Seperti biasa aku mengikuti ayahku yang bekerja di sebuah perkebunan coklat yang berada di daerahku.

Hari sudah sore ketika kami meninggalkan kebun coklat yang kami miliki untuk pulang ke rumah. Sore itu turun hujan gerimis dan rumah kami berada cukup jauh dari kebun coklat.

Kami berdua menaiki sepeda onthel dan aku memeluk ayahku dengan erat dari belakang, karena takut wajahku kena hujan.

Ayahku mengayuh sepeda dengan sedikit lebih cepat karena hari sudah mulai senja dan kondisi gerimis. Setelah kami melewati beberapa kebun coklat milik orang lain, sampailah kami di rumah. Letaknya paling pinggir sehingga berbatasan langsung dengan kebun coklat dan tanah kosong punya omku.

Sesampainya di rumah, ayahku langsung menaikkan sepeda onthel kesayangannya itu. Rumah kami memang rumah peninggalan belanda, jadi desainnya kuno dan cenderung menyeramkan.

Ayahku mengajakku masuk ke dalam rumah. Saat aku masih melepas sepatu di teras depan rumah, tiba-tiba salah satu pohon coklat yang berada di samping rumahku bergerak-gerak sendiri sedangkan pohon yang lain diam .

Gerakannya seperti sedang ditarik oleh sesuatu yang kuat sehingga pohon pun melengkung bagian atasnya. Aku melihat sekeliling dan tak merasa ada orang ataupun binatang yang berada di sekitar pohon itu. Aku yakin itu ulah makhluk-makhluk usil, namun dia belum menampakkan wujudnya.

Aku segera masuk ke dalam rumah karena hari sudah mulai gelap. Saat aku sedang di kamar mandi, aku mendengar suara seseorang yang memanggil namaku. Suara itu makin lama makin nyaring dan dekat.

Aku menghentikan mandiku karena suara itu sudah amat sangat dekat. Setelah aku diam, tiba-tiba suara itu berubah menjadi suara tawa. Tawanya melengking dan nyaring, rupanya sosok itu menggodaku seakan mengajakku bercanda.

Aku pun segera bergegas menyelesaikan acara mandi. Setelah itu aku duduk di dekat pintu dapur yang jika pintunya dibuka akan langsung terlihat tanah kosong milik omku.

Aku dapat merasakan kehadirannya di balik pintu. Kami sempat berkomunikasi. Ternyata dia sedang mencari teman dan memberitahu keberadaannya.

Dia menceritakan bahwa dia adalah penduduk pribumi yang dulu dijadikan tumbal oleh Belanda. Aku bertanya mengapa bisa dijadikan tumbal?

Lalu dia bercerita lebih detail. Dia adalah penduduk asli desa sini. Dahulu setelah Indonesia merdeka, dia ikut salah satu keluarga Belanda agar nantinya bisa disekolahkan oleh keluarga tersebut.

Namun nahas, keluarga Belanda yang diikutinya ternyata dianggap berkhianat dan akhirnya menjadi sasaran pemerintah untuk dibunuh.

Saat dia tertidur di rumah, keluarga Belanda itu justru pergi sehingga di rumah cuma ada dia. Akhirnya dia yang menjadi sasaran. Lehernya diikat rantai lalu tubuhnya diikat di pohon. Rantainya lalu ditarik oleh mobil tentara sampai lehernya terputus.

Di situlah awal mula mengapa dia menjadi arwah gentayangan. Tak lupa dia memperkenalkan dirinya, namanya Sri.

Sejak saat itu, aku tak lagi diganggu. Kadang dia menyuruhku lekas masuk rumah ketika hari sudah senja agar tak diganggu teman-teman sebangsanya yang lain. Karena saat hari sudah senja (surup) itulah mereka bebas.

Beberapa hari setelah itu aku pergi naik gunung bersama teman-temanku selama 3 hari. Ketika aku pulang, pohon yang biasanya menjadi tempat Sri berayun dan bersemayam ternyata sudah tak ada, rata dengan tanah.

Aku bingung bukan main. Beberapa pohon lain pun begitu. Ternyata Omku si pemilik tanah yang sengaja memotongnya untuk dijual.

Aku masuk rumah dan duduk di dekat pintu dapur. Aku berharap dia menemuiku karena aku penasaran apa yang terjadi dengannya ketika rumahnya sudah tak ada.

Tak lama kemudian dia datang, kami kembali berkomunikasi. Dia marah, pintu dapurku dilempari potongan dahan pohon. Aku berpikir, kalau aku takut maka dia akan merasa menang, jadi aku cuekin dia.

Lalu kusampaikan bahwa semua itu terjadi tanpa sepengetahuanku. Jadi kenapa ia harus marah padaku? Lalu dia pergi entah kemana. Setelah itu dia tak pernah muncul lagi di hadapanku.

Dua minggu berselang dia kembali muncul. Kali ini dia ada di pohon melinjo di ujung gang masuk rumahku. Saat kutanya kemana saja selama ini dia menjawab, "Aku wes oleh omah anyar, omahe koncomu" (Aku sudah dapat rumah baru, rumah temanmu)

Ternyata selama 2 minggu itu dia mengikuti kemanapun aku pergi. Hingga akhirnya dia menemukan rumah yang dirasa cocok, yaitu rumah temanku. Baiklah semoga kamu betah di rumah barumu.

Tiga minggu setelah Sri si penunggu pohon coklat itu pindah, tak sengaja aku melewati depan rumah temanku itu, tepatnya jam 5 sore. Aku melihat dia sedang menyisir rambutnya yang menjuntai di atas pohon mangga tepat di depan rumah temanku.

Aku berhenti dan dia pun melihatku. Dia bergerak mendekatiku yang masih di atas sepeda onthel. Dia berpindah dari pohon satu ke pohon yang lain dengan merayap seperti cicak, tapi kepalanya masih membelakangiku.

Lalu dia kembali mendekat ke dahan yag lebih kecil dan semakin dekat denganku, yakni tepat di atasku. setelah itu, perlahan dia memutar kepalanya.

Saat ini dia menghadapku. Wajahnya masih seperti dulu, rusak. Dia memperlihatkan sisirnya yang sudah ada beberapa bagian yang bolong. Dia meminta sisir baru kepadaku, namun aku tak memberinya.

Lalu aku bergegas pergi dan terdengar suara tawanya yang melengking. Saat aku menengok ke belakang, ternyata dia sudah berada di boncengan sepedaku sambil menggerak gerakkan kakinya.

Aku pun berhenti dan berkata, "Ngaliho! Aku ra due sisir" (Pergi sana! Aku tidak punya sisir)

Tapi dia malah melotot dengan matanya yang hampir copot itu. Kukayuh lagi sepedaku tanpa menghiraukannya. Dia masih di boncenganku dan tertawa seakan-akan puas dan gembira sudah membuatku jengkel.

Sesampainya di tikungan desa, aku bertemu dengan omnya temenku. Dia dikenal sebagai seorang paranormal di desaku. Dia menghentikan laju sepedaku lalu menyuruh Sri pergi.

Seketika itu juga Sri pergi berpindah ke pohon nangka yang letaknya tepat di ujung tikungan ini. Dia berdiri seakan marah karena sudah diusir oleh omnya temenku.

Om mengajakku pergi meninggalkan Sri. Tanpa kutengok lagi, aku mengayuh sepedaku sampai ke rumahku lalu aku pun bergegas mandi. Setelah mandi, aku makan malam. Saat itulah ayahku bercerita tentang pohon yang ditebang oleh omku itu.

Kata ayah, pohon coklat itu sebenarnya tidak ada niat mau ditebang. Tapi ketika aku pergi naik gunung, ternyata omku datang kesini dan Sri mengganggunya. Pohonnya bergerak-gerak dan ada suara rantai yang ditarik, katanya.

Keesokan harinya ditebanglah pohon itu, omku menyuruh anak buahnya untuk memotongnya. Namun kejadian aneh terjadi, gergaji mesin yang digunakan untuk memotong tak mau hidup.

Akhirnya menggunakan cara manual yaitu dengan kapak. Setelah pohon coklat itu terpotong, gergaji mesinnya akhirnya mau hidup dan digunakan untuk memotong pohon yang lain.

-----

Tiga hari berikutnya ketika aku disuruh ibu ke pasar, aku bertemu dengan om dari temanku yang beberapa hari lalu mengusir Sri dari sepedaku. Dia bilang bawakan Sri sisir baru, dia minta sisir. Aku pun menjawab, "Ora ndue" (Tidak punya).

Sejak saat itu, aku sering mendengar penduduk desa ini diganggu oleh Sri di tikungan desa. Tepatnya di pohon nangka itu. Ada yang dikerjain sampai terperosok ke sawah. Ketika ditanya, dia menjawab "Maeng dalan iki lurus, lha kok ujuk-ujuk wes njegur" (Tadi jalannya kelihatan lurus, eh kok tiba-tiba sudah terperosok)

Ada lagi tukang bakso yang lari meninggalkan gerobaknya ketika sedang menjajakan bakso melewati tikungan itu. Katanya ada perempuan menyisir rambut di atas pohon sambil tertawa.

Ada lagi beberapa anak kecil yang kencing di bawah pohon itu dan keesokan harinya langsung mengalami demam.

Setelah kejadian-kejadian itu warga mendatangi paranormal yang omnya temanku tadi. Namun karena kesibukan, si om belum bisa bertindak.

-----

Pada suatu hari aku dan temanku sedang memanen coklat di kebun ayahku. Aku dan temanku tidak berdampingan, namun berjarak sekitar 10 meter.

Hari sudah hampir maghrib namun pekerjaanku belum juga selesai. Aku memutuskan untuk melanjutkan memanen karena tanggung sudah tinggal sedikit lagi.

Tiba-tiba tercium bau bunga yang menyengat, itu aroma khas dari Sri. Lalu terdengar suara seperti gigi yang sedang bertemu dan bergeretakan "krrk krrk krrrrk" dan "ck ck ck ck".

Aku melihat ke atas dan benar saja, Sri sudah disana. Kepalanya memang tak bisa diam, bergerak ke kiri dan ke kanan. Dia bertanya padaku, "Kok gung muleh nduk? Wes surup" (Kok belum pulang, nak? Sudah senja)

Aku pun menjawab, "Sek rung mari iki lho. Mangkane ojo nganggu, gak mari-mari" (Masih belum selesai. Makanya jangan ganggu, nanti tidak selesai-selesai)

Lalu dia kembali merayap ke atas pohon dan pergi. Sebelum menghilang, dia bilang "Sek aku tak nek tikungan, arep ganggu uwong sing kluyuran surup-surup" (Sebentar aku mau ke tikungan, mau ganggu orang yang keluyuran saat senja)

Keesokan harinya warga desa dan si om mendatangi pohon itu dan mengusirnya. Sejak saat itu aku tak pernah lagi bertemu dengan Sri. Semoga dia tenang dan tidak gentayangan lagi. Tamat.