Makna Keris Sempaner

Makna Keris Sempaner

Keris Sempaner (Sempana Bener) merupakan nama salah satu dapur keris lurus yang sering dijumpai mulai dari tangguh sepuh seperti Pajajaran, Majapahit, sampai tangguh Nom-noman. Dalam tulisan ini kami akan menjelaskan mengenai makna keris Sempaner atau Sempana Bener dalam kehidupan sehari-hari.

Ricikan dapur keris Sempana Bener antara lain Kembang Kacang, Tikel Alis, Ri Pandan - ada pula yang menyebutkan mempunyai Greneng, Jalen, dan Lambe Gajah. Sempaner berasal dari kata 'sempana' atau 'sumpena bener' yang secara harafiah berarti "mimpi yang benar".

Sempana bener dalam arti lebih dalam merupakan suatu pesan, angan-angan, harapan, cita-cita, atau keinginan yang  apabila dilandasi suatu pemahaman yang benar menjadi suatu kenyataan. Pemahaman yang benar itulah yang akan mewujudkan suatu tercapainya harapan atau cita-cita.

Dalam hal ini, suatu pesan bahwa manusia dalam menggapai suatu keinginan hendaknya diselaraskan dengan kemampuan atau potensi yang dimiliki, sebagaimana dalam ujar-ujar Jawa disebutkan "Bisa rumangsa - aja rumangsa bisa".

Macam-macam Mimpi


Mimpi atau sumpena merupakan suatu penggembaraan bawah sadar manusia selama tidur ke tempat antah berantah atau berinteraksi dengan lingkungan, baik yang sudah dikenal maupun belum. Mimpi tertentu dipercaya sebagai perlambang akan terjadinya sesuatu di masa yang akan datang atau sering disebut "sasmita".

Namun tidak semua mimpi merupakan perlambang. Dalam budaya jawa, orang bermimpi dibedakan dalam tiga macam :

  1. Tiyoni, Mimpi yang biasanya terjadi antara jam 19.00-22.00

    Mimpi pada saat ini biasanya merupakan gambaran dari pikiran yang tidak mampu ditinggalkan oleh seseorang pada saat menjelang tidur seperti rasa gelisah, stres, kalut, cemas, dan lelah akibat aktivitas seharian.

    Mimpi ini penggambaran kejadiannya berubah-ubah, kadang terjadi secara tiba-tiba dan tidak runtut. Pada saat terbangun, biasanya kita lupa mengenai hal-hal yang terjadi dalam mimpi tersebut. Mimpi pada saat tiyoni tidak mempunyai makna.

  2. Gondoyoni, Mimpi yang biasanya terjadi antara jam 22.00-01.00

    Mimpi pada saat Gondoyoni juga tidak mempunyai makna. Biasanya muncul dari bayangan, pemikiran, atau angan-angan saat terjaga atau sebelum tidur.

    Mimpi demikian disebut juga "impen-impenen", "kembange wong turu", atau "bunga tidur". Biasanya mimpi pada saat itu tidak runtut berurutan dan mudah terlupakan saat bangun.

  3. Puspa Tajem, Mimpi yang biasanya terjadi antara jam 01.00-04.00

    Waktu tersebut memasuki dua per tiga malam merupakan waktu yang utama. Mimpi pada saat ini umumnya mempunyai makna atau kemungkinan merupakan perlambang/firasat mengenai suatu kejadian (sasmita) yang akan menjadi kenyataan. Apabila perlambang dalam mimpi ini kemudian benar-benar terjadi dimasa yang akan datang, maka disebut mimpi "Daradasih".

    Kejadian dalam mimpi tersebut seolah-olah terjadi sungguhan dan kejadiannya runtut berurutan. Bahkan, kadang membuat kita terbangun jika terkejut. Kejadian dalam mimpi ini masih melekat dalam ingatan pada saat terbangun dan selalu diingat dalam waktu yang lama.

Bagaimana mimpi yang mempunyai makna ini akan terwujud, kapan dan bagaimana, tentunya masih menjadi misteri. Kadang kita baru menyadari arti mimpi tersebut setelah terjadi suatu peristiwa di kemudian hari. Bagi orang yang mampu mengartikan mimpi tersebut dan benar-benar terjadi di waktu yang akan datang maka disebut "orang yang waskita".

Simbolisasi Ricikan Dapur Sempaner


Kembang Kacang, jaman dahulu kembang kacang sebagai ricikan keris disebut juga telale (belalai) Gajah. Hal tersebut teringat dengan mitologi Ganesha, sebagai dewa lambang ilmu pengetahuan yang digambarkan selalu menghirup ilmu pengetahuan yang tiada habisnya dengan belalainya. Kembang kacang juga menyimbolkan adanya aktifitas tumbuh dan berkembang dan berbuah.

Jalen merupakan simbol jalannya nafas yang terus menerus dan lambe gajah merupakan simbol masuknya energi, motivasi, dan niat.

Tikel Alis, mempunyai arti bulu alis (bulu mata) menunjukkan kedua mata. Tikel alis merupakan simbol sifat manusia ada sisi baik dan buruk, keduanya harus dapat dikendalikan. Dalam menggapai harapan hendaknya dipertimbangkan pada sisi baik buruknya.

Greneng berbentuk Ron Dha (Huruf jawa : Dha) atau kadang hanya berbentuk sederhana yang disebut Ri Pandan menyimbolkan suasana hati atau perasaan.

Dari semua organ tubuh manusia yang menentukan tingkat derajat manusia yaitu dada (dha-dha). Dalam rongga dada itulah terletak hati, bathin, atau perasaan yang disebut "rasa". Kalau "rasa" seseorang baik maka baiklah semua anggota tubuhnya, sebaliknya kalau "rasa" menjadi sakit maka sakit-lah semua anggota tubuhnya.

Rasa berarti merasakan sesuatu itu dalam segala dimensi. Rasa merupakan suatu keadaan yang hendak dicapai dalam diri seseorang terhadap sesuatu. Setiap orang memiliki rasa dengan eksistensi yang berbeda-beda, tergantung pada wawasan, pengetahuan, moral dan sebagainya.

Siapa yang mencapai rasa yang lebih mendalam dengan sendirinya hidupnya akan berubah (sikap pola pikir, perilaku). Ia akan memiliki sikap-sikap lain yang lebih benar, serta yang lebih cocok dengan realitas sebenarnya.

Secara umum semua itu melambangkan suatu pencarian dan mengembangkan pengetahuan, wawasan, dan ketrampilan secara terus-menerus sampai tingkat tertentu. Hal tersebut merupakan syarat tercapainya cita-cita dan harapan.

Mencari pengetahuan harus dilandasi dengan niat, motivasi yang kuat dan keberanian. Harapan dan cita-cita harus dipertimbangan dari sisi baik dan buruknya. Namun demikian orang harus menerima segala keterbatasannya. Orang perlu bersikap rela menerima keadaan apa adanya (Nerimo ing pandum).

Nerimo juga berarti iklas, menerima segala konsekuensi dan persoalan apa yang mendatangi kita tanpa keluh kesah. Hal ini bukan berarti apatis, nerima dalam arti seseorang walaupun dalam keadaan kecewa, kesulitan dan kegagalan, tetap harus beraksi secara rasional. Tidak ambruk dan tidak menentang secara percuma.

Nerimo menuntut untuk menerima apa adanya, tapi tidak hancur karenanya. Sikap nerima memberikan daya tahan untuk menanggung keadaan nasib yang buruk. Bagi orang yang memiliki sikap itu maka "malapetaka akan kehilangan sengsaranya".

Dapur Lurus (Jawa lurus: Bener)


Dalam berdoa kita selalu memohon untuk diberikan "Jalan yang Lurus" kepada Tuhan. Lurus berarti tidak menyimpang dari jalur yang ditetapkan. Lurus juga berarti tidak berlebihan juga tidak kekurangan, berada di tengah-tengah.

Seseorang yang jika di dalam hidupnya mengusahakan selalu berada di jalur lurus berarti akan bertindak jujur dan luhur budinya. Berlaku jujur, bener lan pener, akan menuju batin manusia yang selaras dengan realitas yang sebenarnya.

Dan oleh karena itu dengan sendirinya akan memenuhi kewajiban, tugas dan peranan, serta jabatan yang dituntut dari padanya. Mengembangkan diri pribadi, pengetahuan sesuai dengan bakat dan kemampuan (empan papan) dan tidak memaksakan kehendak atau mengendalikan hawa nafsu.

Selain itu, pengembangan pribadi dengan pengekangan hawa nafsu adalah salah satu cara karena nafsu akan memperlemah manusia. Mengendalikan hawa nafsu berarti mengembangkan budi pekerti.

Untuk pencapaian budi pekerti yang baik umumnya dihalangi dua hal yaitu hawa nafsu dan pamrih. Nafsu yang terkait dengan pamrih (egoisme) antara lain nafsu selalu ingin menonjol (nepsu menange dhewe), menganggap diri selalu benar (nepsu benere dhewe), dan memperhatikan diri sendiri (nepsu butuhe dhewe).

Sikap dasar yang luhur adalah kebebasan tanpa pamrih. Ujar-ujar Jawa mengajarkan "sepi ing pamrih, rame ing gawe".

"Sepi ing pamrih" berarti melepaskan diri diri dari kepentingan pribadi dan mengutamakan kepentingan masyarakat demi keselarasan kehidupan. Manusia mencapai "sepi ing pamrih" apabila ia semakin tidak lagi perlu gelisah dan prihatin terhadap diri sendiri, semakin bebas dari nafsu ingin memiliki serta mempunyai hati yang tenang.

"Rame ing gawe" berarti melakukan apa yang dituntut oleh jabatan dan kedudukan kita dalam masyarakat atau pun pekerjaan. Masing-masing menjalankan sesuai dengan tugas dan kewajiban yang diemban.

Setiap orang harus menyadari keterbatasannya, sehingga tumbuh kerelaan untuk membatasi diri pada peran yang telah ditentukan di dunia. Dalam hidup ini hendaknya dipahami benar ajaran "Catur Merti" yakni bersatunya pikiran, perasaan, perkataan, dan perbuatan yang benar.

Harapan yang Menjadi Kenyataan → Sumpena sing Daradasih → Sumpena Bener → Sempaner 

Mimpi yang benar adalah mimpi yang menjadi kenyataan (puspa tajem daradasih). Harapan dan cita-cita yang baik yaitu harapan yang dapat diwujudkan sebagai kenyataan. Hal tersebut tentunya suatu harapan yang luhur (bener).

Sempana Bener (sempaner) memaparkan ajaran bagaimana seseorang dapat menggapai harapannya secara benar. Dalam menggapai harapan hendaknya dilandasi dengan laku yang lurus dan benar, khususnya dalam hal etika sehingga akan tumbuh budi luhurnya.

Budi luhur dicapai dengan sikap sederhana (prasaja), bersedia untuk menganggap dirinya lebih rendah dibanding orang lain (andhap asor), serta selalu sadar akan batas-batas dalam situasi dan lingkungan (tepa selira).

Sebaliknya menghindarkan diri dari sikap yang jauh dari sifat budi luhur seperti mencampuri urusan orang lain (dahwen/open), iri-dengki (srei), suka main intrik (jail), dan bersikap kasar (methakil).

Dari kedalaman rasa, pengetahuan, kemampuan seperti diuraikan di atas semua tercakup, maka tergantung apakah manusia sanggup untuk menempatkan diri dalam kosmosnya, serta dapat menemukan tempatnya yang cocok dan selaras.

Menurut Aristoteles, manusia hanya dapat menemukan kebahagiaan apabila ia dapat meng-aktual-kan bakatnya. Untuk mewujudkan suatu harapan harus disertai dengan usaha dan kemampuan yang sesuai.

Harapan tidak akan menjadi kenyataan jika tanpa disertai dengan usaha dan memampuan yang menyertainya. Keinginan harus disesuaikan dengan kapasitas pribadi, bakat, pengetahuan, menepati janji, jujur, dan melakukan sesuai kewajiban. Sepi ing pamrih rame ing gawe.


Disadur dari Artikel Majalah Pamor Edisi 07 – Tulisan Wawan Wilwatikta