Asal Usul Telaga Warna Puncak Bogor
Asal Usul Telaga Warna Puncak Bogor - Telaga Warna berlokasi di daerah Puncak, Bogor yang merupakan salah satu objek wisata alam andalan di Jawa Barat. Dengan latar belakang persawahan dan perkampungan penduduk dengan panorama gunung yang menjulang tinggi menambah keindahan panorama alam yang sudah ada.
Sebelum dijadikan sebagai objek wisata pada tahun 1972, daerah Telaga Warna yang berada di Puncak Pass Cisarua Bogor masih menjadi bagian dari Kawasan Cagar Alam hutan Gunung Mega Mendung dan hutan Gunung Hambalang. Kini, Telaga Warna menjadi salah satu destinasi wisata di Puncak.
Ciri khas atau keunikan Telaga Warna adalah warna airnya bisa berubah-ubah, itulah sebabnya dinamakan Telaga Warna. Banyak orang bertanya-tanya dari manakah asal warna pada telaga warna secara ilmiah. Ternyata perubahan warna ini disebabkan oleh pantulan cahaya matahari yang mengenai pepohonan dan menghasilkan gradasi warna.
Objek wisata Telaga Warna menyajikan panorama alam yang masih asri. Terletak di pinggir sebuah telaga yang terjaga keasriannya, para wisatawan bisa menikmati pemandangan atau mengelilingi danau dengan perahu.
Selain itu juga ada fasilitas rekreasi keluarga seperti sepeda air, area outbond, track alam, shelter,dan menara pandang setinggi 13 meter untuk mengamati burung-burung.
Tak sampai di situ, di kawasan Telaga Warna ini pula dijumpai beberapa jenis flora asli seperti Puspa dan Kihiur dan beberapa fauna liar seperti macan tutul, babi hutan, kera abu-abu, surili, atau lutung.
Untuk mencapai wisata Telaga Warna, anda dapat menggunakan kendaraan pribadi atau bus umum jurusan Cianjur menuju Kawasan Puncak. Kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki melalui jalan setapak dari tepi Jalan Raya Puncak selama kurang lebih 10 menit.
Anda tidak perlu khawatir mengenai tempat beristirahat atau bermalam karena banyak sekali penginapan telaga warna puncak yang bisa anda gunakan dengan biaya terjangkau.
Menurut Legenda rakyat Jawa Barat, legenda telaga warna terjadi karena ulah seorang putri kerajaan Kutatanggeuhan bernama Putri Gilang Rukmini yang menolak hadiah ulang tahun berupa kalung emas. Berikut adalah cerita Telaga Warna :
Pada zaman dahulu ada sebuah kerajaan di Jawa Barat bernama Kutatanggeuhan. Kerajaan ini dipimpin oleh raja yang bijaksana sehingga menjadi makmur dan damai. Rakyatnya pun bisa hidup tenang dan sejahtera. Raja Kutatanggeuhan bernama Prabu Suwartalaya dan permaisurinya bernama Ratu Purbamanah, keduanya dikenal sangat bijaksana.
Meski demikian, sang raja belum memiliki anak. Penasehat kerajaan menyarankan agar keduanya mengangkat anak, namun sang Prabu tidak setuju. Raja berpikir bahwa anak kandung lebih baik daripada anak angkat.
Karena kepikiran, Ratu sering murung dan menangis. Prabu yang sedih melihat istrinya lalu pergi ke dalam hutan untuk bertapa. Di sana sang Prabu terus berdoa agar dikaruniai anak. Dan beberapa bulan kemudian keinginan mereka terkabul. Ratu pun hamil. Seluruh rakyat senang, mereka membawakan banyak hadiah untuk raja.
Sembilan bulan kemudian Ratu melahirkan seorang putri cantik yang diberi nama Gilang Rukmini. Bayi itu tumbuh menjadi seorang anak yang lucu. Hingga akhirnya sang putri beranjak remaja. Kini ia sudah menjadi remaja yang cantik.
Prabu dan Ratu sangat menyayangi putrinya. Mereka memberinya apa saja yang ia inginkan. Karena rasa kasih sayang yang berlebihan dari kedua orang tuanya, sang putri menjadi gadis yang manja. Jika ada keinginannya yangtidak terpenuhi, ia akan marah bahkan melayangkan sumpah-serapah. Meskipun demikian, sang raja dan rakyatnya tetap mencintainya.
Seiring waktu, sang Putri tumbuh menjadi gadis yang paling cantik di seluruh negeri. Saat sang Putri akan berusia 17 tahun, rakyat pergi ke istana dengan membawakan banyak hadiah. Sang Prabu mengumpulkan hadiah-hadiah itu lalu menyimpannya dalam istana. Sewaktu-waktu, ia bisa menggunakannya untuk kepentingan rakyat.
Sang Prabu mengambil sebagian emas dan batu permata yang diberikan lalu membawanya ke pengrajin perhiasan. Ia meminta ahli perhiasan untuk membuatkan seuntai kalung yang sangat indah untuk putrinya. Sang pembuat perhiasan bekerja sebaik mungkin untuk menciptakan sebuah kalung terindah di dunia.
Saat hari ulang tahun tiba, para penduduk berkumpul di alun-alun istana. Ketika Prabu dan Ratu muncul, semua orang menyambutnya dengan gembira. Mereka bersorak gembira saat sang Putri yang cantik jelita muncul di hadapan semua orang. Semua orang mengagumi kecantikannya.
Sang Prabu kemudian memberikan seuntai kalung yang telah dibuat untuknya. Kalung itu adalah pemberian dari seluruh rakyat negeri itu. Sang Putri yang menerima kalung itu lalu melihatnya sekilas. Tapi sang Putri menganggap kalung itu jelek dan melemparkan kalung itu ke tanah. Kalung yang indah itu pun rusak dan terurai. Emas dan batu permata yang menempel pada kalung itu berserakan di seluruh lantai.
Semua orang yang melihat kejadian ini sangat terkejut dan memandang tak percaya. Tak seorang pun menyangka sang Putri akan berbuat seperti itu. Tak seorang pun bicara. Suasana hening.
Lalu meledaklah tangis Ratu Purbamanah. Dia sangat sedih melihat sikap putrinya yang seperti itu. Semua orang pun meneteskan air mata. Mereka terus menangis hingga air mata mereka membanjiri istana.
Tiba-tiba saja dari dalam tanah muncul mata air yang deras. Air yang keluar dari perut bumi sungguh tak terkira dan membanjiri seluruh kerajaan. Akhirnya kerajaan Kutatanggeuhan tenggelam dan terciptalah sebuah danau yang sangat indah.
Di hari yang cerah, kita bisa melihat danau itu penuh warna yang indah dan mengagumkan. Warna itu berasal dari bayangan hutan, tanaman, bunga-bunga, dan langit di sekitar telaga. Namun orang mengatakan, warna-warna itu berasal dari kalung dan permata sang Putri yang tersebar di dasar telaga.
Demikianlah kisah asal usul telaga warna puncak bogor. Cerita rakyat ini bisa jadi hanya mitos belaka, tapi bisa juga bersumber dari kisah nyata. Terlepas dari kisahnya yang mengharu biru, sudah selayaknya sebagai seorang anak untuk menghargai setiap pemberian dari orang lain. Itulah hikmah yang kita petik dari kisah di atas.