Misteri Keangkeran Gunung Sinabung

Misteri Gunung Sinabung

Misteri Keangkeran Gunung Sinabung - Jika dilihat dari kaca supranatural, Gunung Sinabung memiliki cerita keramat tersendiri. Paling tidak, hal tersebut penuh dialami Afriska Ambarita. Ia pun berkisah tentang keangkeran gunung ini.

Ketika masih menjadi mahasiswi di salah satu perguruan tinggi di Medan, saya dan teman-teman mengadakan pendakian ke Gunung Sinabung. Gunung Sinabung. ini adalah gunung tertinggi di Sumatera Utara dengan ketinggian 2.460m. Rencana pendakian ini drgagasi oleh teman satu angkatan saya Lenny, bersama seorang adik kelas Nuel. Nuel sudah sering mendaki bersama teman-temannya. Rencananya kami akan berangkat berenam. Nuel membawa 2 orang teman dan Lenny akan mengajak satu orang teman satu kostnya.

Dengan persiapan yang minim, karena seharusnya saya masuk Lab, pada hari Sabtu pagi kami berangkat dari Padang Bulan menuju Simpang Pos. Dari Simpang Pos kami naik bis Sinabung Jaya menuju Kaban Jahe. Lama perjalanan sekitar 1 jam. Dari Kaban Jahe harus naik angkutan lagi menuju kaki Gunung Sinabung. Setelah hampir 3 jam perjalanan, kami sampai di desa terdekat menuju Gunung Sinabung. Di desa tersebut ada sebuah danau kecil bernama Lau Kawar. Hampir setengah bentangan danau Lau Kawar dikelilingi hutan rimba.

Setelah beristirahat dan makan malam, kami berencana untuk mendaki Sinabung malam itu juga, supaya bisa melihat matahari terbit dari puncak gunung. Setengah jam perjalanan dari desa di danau Lau Kawar masih melintasi tading penduduk, kemudian memasuki area hutan. Kami mengikuti jalan setapak yang sudah banyak digunakan para pendaki.

Pada awat memasuki daerah hutan, kami sudah sempat nyasar, jalan setapak yang kamni ikuti tiba-tiba berakhir di semak belukar. Setelah berhasil keluar dari semak belukar, kami melanjutkan perjalan yang tadinya masih datar dan akhirnya mulai menanjak. Belum terlalu jauh dari tempat kami nyasar sebelumnya, saya merasa bahwa kami telah 3 kali melewati tempat yang sama, lalu saya coba mengatakannya kepada Nuel sebagai kepala rombongan.

Karena merasa sudah sangat mengenal hutan tersebut Nuel sedikit emosi dan mengatakan "Yang tau daerah di sini aku apa Kakak?" Saya terdiam dan tidak mengatakan apa-apa. Lalu seorang teman menyarankan kami untuk istirahat sejenak, dia juga termasuk yang sudah mengenal hutan Sinabung juga. Sambi merokok, dia mencoba sedikit mencairkan suasana, lalu dia menyuruh kami menunggu karena dia akan coba menelusuri jalan yang kami tempuh.

Tidak lama kemudian dia kembali dan mengatakan bahwa kami memang benar salah jalan, dari tadi hanya berputar-putar ditempat yang sama, dan jalan yang kami ikuti mengarah adalah jalan turun menuju ke desa lain. Bukan meuju ke puncak seperti tujuan kami. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan, tetapi karena dingin yang menyengat dan takut kehabisan air minum di tengah jalan, kami memutuskan untuk mendirikan tenda di Pandan, di mana di tempat ini ada mata airnya.

Pagi-pagi sekali kami mulai melanjutkan perjalanan. Dan akhimya sampai di puncak tapi tidak sempat melihat matahari terbit di balik gunung seperti yang kami inginkan. Tetapi pendakian ke Sinabung tidak mengecewakan, karena kita bisa melihat keindahan alam dari puncak tertingi di Sumatera Utara, kota Medan juga bisa kelihatan apabila cuaca cukup cerah. Setelah puas memandang kebesaran Ilahi, kami pun turun. Setelah mandi dan istirahat di rumah penduduk di Lau Kawar kami pun bersiap untuk kembali ke Kota Medan.

Pada waktu yang berbeda dengan teman yang berbeda, juga, kami pernah juga mendaki Sinabung bersama teman-teman satu kos dan teman Lenny yang datang dari Bandung. Dalam pendakian kali ini, saya melihat ada warung yang berjejer tanpa dinding, bangku-bangkunya terbuat dari bambu dan atapnya dari rumbia.

Saya pikir, mungkin banyak yang jualan pada saat musim pendakian. Tetapi ketika kami turun keesokan harinya, saya tidak melihat warung itu lagi. Dan menurut teman-teman seperjatanan, mereka tidak ada melihat warung seperti yang saya lihat. Apa itu hanya halusinasi saya semata?

Saya juga tidak mengerti. Pada dasarnya saya tidak percaya dengan hal-hal yang mistis. Karena dari dulu Abang saya selalu menekankan "Ketakutan itu berasal dari diri kita sendiri, kalau kita bisa mengalahkannya maka akan muncul keberanian."

Kisah-kisah seperti ini mungkin pernah kita alami. Percaya tidak percaya juga. Tetapi tetaplah berdoa meminta penyertaan Tuhan dalam setiap perjalanan kita. Lain lagi pengalaman dari Hendrik ML Nadeak. Ketika ia masih menjadi mahasiswa Fakultas Ekonomi di Universitas St Thomas Medan, pernah mendaki Gunung Sinabung ini. Sewaktu mulai memasuki Kaki gunung, ia sudah merasakan hal-hal gaib. Apalagi sedari kecil, mata batinnya sudah terbuka. Kontan saja ia melihat penampakan-penampakan makhluk halus.

"Di kaki Gunung Sinabung itu saya lihat penampakan orang-orang kerdil, binatang-binatang, tapi mereka bukan nyata, melainkan gaib. Mereka bangsa siluman penunggu," ujar pria tambun ini.

Selain itu, sewaktu menjalani pendakian, cuaca kerap berubah, terkadang gelap kemudian tiba-tiba hilang, terang benderang kembali. Hendrik juga mengisahkan, kalau pendaki kerap juga hilang di gunung ini.

"Yang hilang disini karena terkadang mereka bertindak sembrono, anggap enteng, cakap kotor dan tindakan tak terpuji lainnya. Maka penghuni gaib disini marah. Mereka lalu menyembunyikannya untuk kemudian menjadikannya budak di alam gaib."

"Berhati-hatilah kalau disana, kalau tidak Anda akan hilang dan menjadi penghuni gaib di tempat itu," ujar Hendrik dengan serius.

Jin Ifrit


Jika dilihat dari kacamata mistik paranormal, kejadian ini mempunyai sarat makna gaib. Paling tidak, begitulah menurut pandangan Sopan Sah Pane, akrab disapa Pak Opan, wong pintar yang mukim di Jalan Sunggal, samping Wisma Bambu, Medan.

Masih menurut Pak Opan, penunggu gaib gunung Sinabung adalah Kyai langgar, golongan Jin Ifrit berusia 8000 tahun, berjubah hitam, tingginya mencapai bulan, sekitar 3000 km lebih.

"Penghuni gaibnya marah, ia merasa dikucilkan, masyarakat seolah melupakannya, karena tidak pernah lagi orang berziarah atau memberi sesajen padanya," papar Kyai langgar pada Opan. Karena itulah makhluk gaib ini melakukan peringatan kepada warga sekitar dengan meledakkan gunung Sinabung tersebut. Namun hal tersebut tak perlu dirisaukan, begitu pengakuan Opan, karena kali ini Kyai janggar hanya memberi shock terapi saja. Yang pada intinya, ia ingin masyarakat sekitar menghargai keberadannya.

Seperti pengakuan Kyai Janggar pada Opan, ia berharap pada warga sekitar untuk menghidupkan kembali cara-cara nenek moyang, dan sekaligus menjaga alam. Adab atau caranya pun tidaklah susah, cukup diletakkan bunga telon, seperangkat sirih, kemudian diletakkan di kaki gunung dengan memakai tampah.

Ternyata, penghuni gaib Sinabung ini bisa digunakan untuk segala macam hajat dan keperluan, tergantung keinginan si pemakai. Caranya dengan menggunakan bunga telon sama sirih, fadilahkan Al Fatihah sebanyak banyaknya pada Kyai Janggar, membuat wewangian dengan misik hitam, dan membakar buhur Sulaiman. Ada pun hal-hal yang bisa dibantu Kyai Janggar adalah pengobatan medis non medis, kehilangan, problem kehidupan.

"Bagi yang ingin dijumpakan dengan Kyai Janggar, saya siap buktikan untuk Komunikasi gaib, juga bisa menambahkan ketajam ilmu kegaiban, bahkan  energinya bisa dimasukkan ke cincin. Bahkan, jika ada mediator bisa ditarik untuk dilakukan komunikasi," ujar Pak Opan dengan yakin.

Nande Karo Simalem


Sementara itu, juga masih menurut terawangan Randi, seorang spiritualis dari Tanjung Morawa juga punya penglihatan gaib yang hampir sama.

"Ya gunung ini dihuni oleh para lelembut berusia ribuan tahun," ujarnya usai melakukan Rogo Sukmo ke Gunung Sinabung beberapa waktu lalu.

"Wujud mereka ya seperti manusia pada umumnya, tinggi 3 meter, berkulit hitam manis, hidung mancung, bermuka lonjong. Baik yang lelaki maupun perempuan begitulah bentuknya. Mereka bernama Nande Karo Simalem dan Opung Tua Raja Ni Karo. Saat terjadi letusan gunung Sinabung kemarin, mereka tampaknya tak ikut membantu, karena mereka agak kesal pada masyarakat, seolah mereka dilupakan keberadaannya. Upacara penghormatan pada arwah leluhur juga tampaknya sudah jarang ditakukan disana," kata Randi menerangkan.

Ditambahkan dia, setelah peristiwa ini, ia yakin lahan pertanian di sekitar kaki Gunung Sinabung akan semakin subur. Khusus mengenai penghuni gaib di tempat ini, Pak Randi mengatakan bisa diajak untuk bermitra dalam hal membantu mensukseskan hidup, baik itu untuk kerezekian maupun kepangkatan dan meraih jabatan.

"Terlepas boleh percaya boleh juga tidak, gaib disana bisa kita ajak untuk bekerja sama," kata Randi dengan mimik serius. Kini Gunung Sinabung sudah tenang, kita berharap semuanya baik baik saja. Begitulah dunia klenik, antara ada dan tiada.