Pengalaman Seram Berkemah di Mekarsari (Bag.1)

Pengalaman Menyeramkan Berkemah di Mekarsari Bagian 1

Cerita misteri kali ini kami tulis ulang dari akun twitter @cacajungie yang menceritakan pengalamannya saat berkemah di Bumi Perkemahan Mekarsari pada medio 2014 lalu. Penulis yang kebetulan bisa melihat dunia lain mengalami banyak kejadian mistis yang menakutkan.

Cerita ini menurut kami sudah termasuk jenis cerita horor nyata paling seram ini kami tulis ulang dengan sedikit perubahan tanpa mengubah alur atau jalan cerita. Di akhir cerita kami akan berikan pandangan dan hikmah yang bisa diambil dari cerita ini. Selamat membaca.

Sebenarnya kisah ini sudah cukup lama. Gue yang mengalami sendiri. Gue juga yang tahu apa yang sebetulnya terjadi pada saat itu. Sekitar bulan Agustus tahun 2014 kira-kira setelah MOS, sekolah gue ngadain yang namanya PERJUSAMI (Perkemahan Jumat-Sabtu-Minggu).

Jujur gue males banget ikut. Gue nggak suka kalau ikut acara menginap seperti itu. Bukan nggak bisa jauh dari orangtua tapi gue nggak mau aja karena nanti pasti ada hal-hal nggak menyenangkan yang terjadi. Tapi karena kelihatannya seru apalagi gue siswa baru jadi ya sudah ngikut.

Pagi-pagi anak baru ini dikumpulin dulu di lapangan dan dikoordinir sama kakak-kakak osis. Terus disuruh jalan sampai depan gang karena truknya ada di sana. Sesuai kelompok yang dibagi, gue dan teman-teman naiklah ke truk besar yang khusus TNI itu.

Sekolah gue ini emang lingkungan TNI. SMA Negeri yang ada di perbatasan Bekasi-Bogor (Kabupaten). Lokasi perkemahannya di daerah Cileungsi. Pokoknya itu lurus saja kalau dari sekolah gue. Bukan Buperta, melainkan Mekarsari.

Di jalan, gue duduk paling ujung biar kena angin sepoi. Di situ cewek semua, campur antara IIS dan MIA. Kelompok gue emang berisik banget anaknya. Suka jerit-jeritan melulu tapi gue seneng. Gue diem sambil lihatin jalanan, sesakali ketawa sama mereka. Padahal firasat gue mulai nggak enak.

Saat masuk Mekarsari pepohonan banyak banget, hawa udaranya sudah nggak enak. Anginnya bikin sesuatu di dalam diri gue gelisah. Cuma ya gue diem. Siapa juga yang mau dengerin gue ngomong, nanti gue dikira halusinasi.

Truknya berhenti di samping tempat kemah. Gue langsung turun sama yang lain. Berhubung gue nggak bawa koper kayak mereka jadi gue lebih bebas. Sementara mereka repot nurunin barang-barang, gue lihat-lihat di sekitar.

Gue merasa aneh sama danaunya. Tempat kemahnya ini ada di paling belakang Mekarsari, ada outbond dan danau. Gue sih nggak berani main ke danau karena waktu baru menginjakkan kaki di sana gue lihat badan ular gede yang setengahnya keluar dari danau. Hanya sekilas, tapi bikin gue detik itu juga langsung merinding nggak karuan.

Gue masih diem. Gue nggak bisa cerita ke siapa-siapa karena sahabat SMP gue nggak satu SMA. HP juga nggak bawa. Ya sudah gue ngikutin anak-anak baris dan dikasih tahu ada di tenda sebelah mana.

Tenda gue itu deket posko guru, nomor 1. Untung nggak yang paling pojok karena disana serem banget, gelap. Gue lupa ada berapa anggota per kelompok, intinya setelah dibagi-bagi kelompoknya kita kerjasama bangun tenda.

Ular yang tadi gue lihat sudah hilang dari pikiran karena gue sibuk. Kakak-kakak OSIS ngasih tahu beberapa larangan yang nggak boleh kita langgar. Gue nggak begitu dengerin apa yang mereka bilang soalnya gue sudah paham juga kalau di tempat kayak gini kita nggak boleh bersikap sembarangan.

Tapi gue tetep memperhatikan beberapa hal penting yang menarik perhatian gue. Satu di antaranya mereka minta "Jangan mandi di toilet dekat danau". Ok, siapa juga yang mau mandi di sana kalau deket tempat kemah ada juga sudah banyak kamar mandi?

"Gue masih waras, kali..." pikir gue waktu itu.

Kami diberi waktu santai. Gue manfaatin waktu ini untuk mendekatkan diri sama anak-anak lain. Berhubung muka gue jutek gue kesulitan cari temen. Rata-rata mereka mengira gue sombong, apalagi gue orangnya pendiem.

Gue lupa waktu itu habis ngapain tapi yang jelas salah satu temen kelompok gue mau masuk ke tenda. Terus tiba-tiba dia teriak. Gue sama yang lain panik dan langsung nyusul masuk tenda dan tanya ada apa. Dia meringis sambil bilang dia habis nginjek sesuatu di depan tenda.

Gue yang kebetulan lagi di depan tenda langsung nunduk buat lihat. Ternyata ada ulat bulu! Iya, ulat bulunya lumayan besar seukuran jempol tangan dewasa. Warnanya hijau daun, ada tanduk kayak antena di kepalanya dan ada bulatan merah darah di atas antena itu.

Badannya polos tanpa ruas dan ada duri-durinya. Wujudnya bantet, gendut. Nah sama guru gue 2 orang yang salah satunya wali kelas gue, dia nginjak ulat itu pakai sepatu. Normalnya kalau diinjak pasti ninggalin bekas kan? Nah ini sudah diinjak, digilas, diseret-seret pula sama guru tapi pas diangkat... si ulat hilang.

Dia heran kenapa nggak berbekas sama sekali. Gue juga sampai menunduk buat lihat ada bekasnya nggak di bawah tapi tetep nggak ada. Kayak guru gue nggak nginjek apa-apa gitu. Setelahnya guru gue langung mengucap istighfar, dia sudah merinding di situ. Setelah ngobatin temen gue dia pergi ketakutan.

Dari saat itu gue juga sebenernya takut. Perasaan gue nggak enak tapi karena gue anaknya cuek ya sudah dijalanin saja. Gue nggak mau cari masalah sama siapapun, termasuk penunggu di situ. Jadi gue nggak banyak ngomong. Gue juga ngingetin temen-temen buat nggak berbuat yang aneh-aneh.

Kakak OSIS ngasih tahu kalau kita harus siap-siap buat jurit malem. Dari sore gue sama yang lain sudah bersemangat. Apalagi gue yang dari SD sampai SMP nggak pernah ikut kemah jadi merasa yang paling senang.

Kelompok gue mulai merapikan barang-barang padahal belum malem. Gue lagi ngobrol di tenda sambil tiduran sama yang lain.

Oh iya, sebelumnya pas gue mau mandi sempet lihat cahaya bulat merah di belakang tenda dekat pohon kelapa. Cuma gue nggak terlalu fokus karena gue pikir itu bias lampu atau sorot lampu.

Nah tiba-tiba gue lihat lagi bulatan merah ini, dia mondar-mandir di belakang tenda gue karena tembus pandang ya jelas gue bisa lihat. Gue masih nggak cerita ke siapapun. Tapi perasaan gue jadi makin gelisah. Gue cuekin, karena gue masih berpikir positif.

Sampai akhirnya nggak lama kemudian ada angin kenceng banget, gue sama yang lain kaget. Apalagi pas kayu buat nahan tendanya lepas, temen-temen gue keluar benerin lagi sementara gue masih di dalem merapikan barang-barang mereka.

Akhirnya gue ikutan keluar sambil cek bulatan merah tadi, hilang. Setelah kayunya berhasil nancap di tanah lagi, kita balik masuk ke tenda. Waktu itu habis isya hujan turun deres banget. Mana angin bikin tenda gue nyaris terbang pula. Padahal tadinya cerah dan si bulatan merah muncul lagi.

Waktu kami lagi sibuk menahan tenda agar tetap berdiri, ada kakak OSIS atau guru cewek menyuruh keluar tenda. Gue nanya mau kemana? Barangnya gimana?

Kata dia kita harus mengungsi dulu. Soal barang aman karena nanti ada yang jaga. Gue sama yang lain menurut. Kita lari ke arah mobil yang nggak ada jendelanya sama sekali. Mobil yang biasanya dipakai untuk pengunjung keliling Mekarsari.

Gue kedinginan, gue masuk dan duduk di bagian depan, belakang supir. Rasanya gue mau nangis tapi gak tahu nangisin apa, perasaan campur aduk.

Untung ada temen sekelas yang gue kenal, dia duduk disamping gue. Sepanjang jalan gue kaget banget. Pohon-pohon yang ada di samping gue seketika jadi "ramai". Banyak makhluk halus yang muncul, bahkan ada penari jawa lengkap sama pakaiannya melambai-lambai kayak mau menyentuh gue.

Gue benear-benar mau nangis di situ. Gue langsung peluk temen gue. Dia nanya gue kenapa tapi gue cuma bilang kalau di sini dingin banget udaranya, padahal sebenarnya gue ketakutan.

Bayangin aja di mobil tanpa jendela, kanan-kiri setan semua. Gue nutup mata dan berdoa. Waktu sampai di gedung tempat mengungsi gue gak berani mendongakkan kepala karena takut sama banyaknya setan yang muncul.

Tapi tadi gue sempat lihat ada yang aneh, gedung ini ramai. Ramai sama anak-anak muda. Tapi gue nggak tahu mereka manusia apa bukan karena gue nggak berani melihat mereka. Cuma merasa aneh aja karena sedang hujan dan angin begini mereka malah ketawa-ketiwi kayak lagi nongkrong di cafe.

Gue sama yang lain masuk ke dalam gedung. Ternyata gedung itu adalah aula Mekarsari. Gedungnya bertingkat, ada ATM dan kamar mandi. Karena gue pikir sudah aman, jadi gue sama yang lain ke kamar mandi untuk mengeringkan rambut.

Tiba-tiba gue merasa ada sesuatu yang mulai mencoba masuk ke dalam tubuh gue. Duh, Tuhan...

Gue nggak pernah kesurupan sebelumnya jadi gue nggak tahu rasanya gimana. Yang gue tahu adalah waktu itu badan gue terasa berat, sesak, dan ada yang aneh sama bagian tubuh gue.

Gue ke kamar mandi kan ramai-ramai, disitu temen sekelas gue bertanya keadaan gue. Gue pikir mungkin karena gue kelihatan pucat kali ya jadi semuanya pada khawatir.

Tapi pas gue ngaca... Gue kaget lihat muka gue aneh. Badan gue juga. Sumpah, itu bukan gue. Gue tahu banget.

Kenapa gue bilang itu bukan gue? Karena gue lihat ada sosok lain di dalam tubuh gue yang berusaha menguasai gue. Dia cewek jahat.

Temen-temen sadar. Mereka mengajak gue ngomong tapi gue cuma ketawa doang. Agar mereka nggak takut, gue bersikap santai aja padahal gue lagi menahan diri supaya nggak melemah. Terus gue mengajak mereka ke luar karena kayaknya sudah ramai sama anak-anak yang lain.

Gue sama yang lain balik ke aula. Gue denger ada yang jerit-jerit, di situ gue mulai merasa pusing. Rasanya mual banget. Badan terasa berat.

Untungnya gue masih bisa kelihatan baik-baik aja jadi gue sampairin temen-temen cowok satu MOS yang lain.

Tiba-tiba temen gue yang cewek kesurupan. Temen gue ini memang gampang banget kesurupan. Yang menangani dia ada cowok 2-3 orang.

Nah, dia manggil gue. Dia bilang gue nggak boleh kemana-mana. Oke, gue menurut. Disitu gue ngelawak sama cowok-cowok lain agar suasana nggak terasa horor.

Pas lagi ngelawak gitu malah jadi semakin banyak yang kesurupan. Kakak OSIS mulai kewalahan dan panik. Gue yang berdiri di tengah-tengah juga bingung harus berbuat apa. Temen gue mulai kerasukan lagi. Dia teriak memanggil gue padahal gue disamping dia.

Ketika dia sudah normal lagi, gue berinisiatif bantu yang lain. Gue tahu dan gue lihat sendiri kalau kita dikepung sama banyak jin dan setan. Iya, tingkatan makhluk halus itu ada 3 yaitu iblis, jin, dan setan. Gue juga tahu ada yang lari-lari mengelilingi gedung tapi gue diemin. Gue fokus bantu yang kesurupan.

Sampai akhirnya ada anak IIS yang kesurupannya paling agresif. Kakak OSIS yang nanganin sudah kewalahan, gue datangi dia setelah berhasil menenangkan temen lain yang nangis karena ketakutan.

Gue pegangi kepala anak IIS ini sementara kakak OSIS membisikkan dia sesuatu. Anak IIS ini nangis nggak berhenti. Dia merem terus berontak dan menjerit. Gak lama kemudian dia lebih tenang. Gue mulai merasa takut lagi.

Masalahnya gue sendiri lagi berperang sama banyak setan yang mau masuk ke tubuh gue, tapi gue malah bantuin yang kesurupan.

Jadi waktu dia buka mata tepat di depan mata gue, gue tahu itu setan pindah ke gue. Setan itu nempelin gue.

Kakak OSIS minta tolong buat jaga dia sebentar. Gue nurut, gue ajak dia ngobrol, dia agak linglung tapi sudah bisa ngomong normal.

Disitu gue sudah nggak kuat. Gue pusing banget, lemas, badan terasa berat luar biasa. Setengah kesadaran gue seperti sudah nggak ada.

Gue izin ke kakak OSIS mau ke kamar mandi. Kakak itu ngingetin gue jangan sampai gue ikut kesurupan.

Gue cuma senyum dan bilang "gak akan, kak".

Dengan sempoyongan gue jalan sendirian ke kamar mandi. Gue ngaca dan lihat diri sendiri sudah kayak maling abis ditonjok. Bengkak semua. Gue nggak nyaman lihat kaca karena auranya gelap. Itu bukan aura milik gue.

Setelah cuci wajah dan tangan, gue keluar dari kamar mandi. Perlu diketahui kalau gue baru saja kehilangan orang yang gue sayang. Jadi meskipun emosi gue stabil tapi tetap ada kesedihan mendalam di hati.

Inilah yang digunain para dedemit itu buat ngecoh gue. Ada yang nyamar jadi ibu gue dan meengajak gue pergi bareng dia. Tapi gue diemin. Gue berperang sama pikiran dan batin. Pikiran gue bertahan di rasional sementara batin gue sudah tertekan minta gue buat nurut.

Untungnya otak gue yang menang. Gue jalan ke aula, disitu ada bangku panjang. Gue duduk di sana. Gue sudah nggak kuat buat ngomong. Gue bener-bener nggak ada kekuatan apapun lagi.

Sampai ada temen gue yang sadar gue lemes. Dia nanyain gue kenapa. Gue geleng-geleng terus nggak lama gue nangis. Gue capek. Gue minta jangan diganggu sama 'mereka'. Gue sesenggukan berbisik gue nggak mau ikut 'mereka'.

Gara-gara nangis dan berbisik itu gue jadi makin lemes. Temen gue ini panik, menenangkan gue tapi malah loncat dari banngku karena badan gue dingin banget. Dia pergi mencari selimut.

Pas dia datang, sudah banyak orang mengelilingi gue. Mereka kaget karena gue jadi begini padahal tadi masih baik-baik aja.

Gue dipeluk sama temen-temen cewek sementara yang cowok ngajak gue ngobrol. Di otak juga sebenarnya ada peperangan antara omongan setan dan gue yang sengaja mikirin makanan enak, artis-artis ganteng, sampai doi gue juga menuhin otak. Pokoknya gue nggak biarin diri sendiri melamun dan pikiran kosong.

Tapi sayangnya pas gue berpikir bahwa gue sudah baik-baik aja, temen gue yang hobinya kesurupan ini teriak-teriak lagi. Dia tetap manggil nama gue.

Guru-guru yang menangani dia akhirnya kewalahan dan bertanya gue dimana. Gue harus dibawa deket dia. Temen gue juga bilang kalau gue mau diincer.

Gue disampairin sama guru. Dia nanya gue bisa jalan nggak. Gue ngangguk. Pas gue berdiri, sekilas gue melihat di tangga ada 3 orang (1 cewek, 2 cowok) turun mukanya kayak Chinese tapi kelihatan santai banget seolah nggak ada keributan di bawah.

Dan... Mereka melayang.

Lemes badan gue lihat begituan. Guru itu langsung bantu gue berjalan. Pas itu gue sudah nggak kuat lagi, napas gue sudah sesak.

Gue disuruh tiduran disamping temen gue ini. Mereka bilang ke dia kalau gue sudah ada di sampingnya jadi tenang. Waktu itu guru-guru dan kakak OSIS pada nanyain kondisi gue. Gue cuma jawab seadanya. Mereka bilang cerita aja jujur.

Karena gue nggak bisa nahan lagi, gue nangis. Gue bilang sakit, sesak, mereka nanya di sebelah mana? Gue tunjukin di mana aja. Mereka panik dan manggil ustadzz yang untungnya sudah datang.

Gue lupa muka ustadznya gimana yang jelas ada 2 atau 3 ustadz bantu menangani.

Gue ditanya-tanya lagi. Dia sentuh semua bagian yang sakit dan gue dibacakan doa. Dia juga memijat jempol tangan gue. Dia nyuruh gue ikut baca doa juga. Yang bikin gue panik pas dia nyuruh gue membaca kalimat syahadat. Ya allah gue sudah mikir nyeleweng, apa gue mau mati ya?

Soalnya gue ngerasa banget nyawa gue di ujung tanduk. Gue juga sudah mulai meracau nggak jelas.

Eeehh... Sialnya pas lagi begini, ustadznya malah ngomong ke guru. "Saya nggak bisa bantu, anak ini sudah mau dibawa pergi. Dia diincar sama banyak makhluk halus".

Iya. Jadi gue dikasih tahu kalau anggota tubuh gue sudah di'matiin' sama jin-jin sialan ini. Dan firasat gue bener, nyawa gue sudah di leher. Makanya gue nggak bisa napas, kata ustadz.

Kaki gue bahkan nggak bisa digerakkan. Yang gue rasain waktu itu benar-benar sakit banget dan sejenak gue tersadar, apa ini ya rasanya sakaratul maut?

Gue nangis. Gue belum mau mati. Gue masih mau hidup bahagia, sukses, nikah, dan punya anak. Gue nggak mau mati konyol.

Sebelumnya gue ditanya apa gue punya penyakit? Gue bilang nggak punya penyakit serius, cuma nggak tahu kenapa gue malah bilang gue ada masalah di jantung.

Di sini ustadz nanyain banyak hal tapi gue lupa dan dia tahu gue sudah setengah sadar. Dia nanya nama gue siapa, dia terus mengulang-ulang pertanyaan.

Dia berbuat itu untuk mencari tahu siapa aja yang masuk ke gue tapi karena gue nggak izinin terkontrol jadilah gue masih bisa jawab normal.

Terus pas ustadznya sudah pergi, gue berontak disitu. Gue benci banget lemah dan dikuasai 'mereka'. Gue berusaha keras keluarin satu per satu.

Gak lama guru-guru datang nyuruh membawa gue dan temen gue ini dipindah. Tadinya gue ditawarin ke RS tapi nolak. Ya kali orang kesurupan mau diperiksa dokter.

Terus akhirnya kita dibawa, gue digendong sama guru cowok. Dia bisikin gue terus, bacain doa sampai ke mobil. Dan sialnya gue malah disuruh duduk di depan. Pengen gue getok itu yang nyuruh.

Selama di jalan menuju gedung yang entah di mana lagi gue menahan nangis soalnya gue lihat banyak yang ngikutin dan itu bukan lagi setan, melainkan jin.

OK. Untuk part 1 cukup disini dulu. Iya, ceritanya memang masih panjang karena perkemahan 3 hari 2 malam dan kita nggak dipulangkan malah tetap lanjut.