Cerita Dibalik Meletusnya Gunung Kelud

Cerita meletusnya gunung kelud

Sebagai salah satu gunung berapi paling aktif di Indonesia, Gunung Kelud sudah 30 kali meletus dan terakhir terjadi pada tahun 2014. Tak banyak yang tahu cerita mistis dan legenda di balik Gunung Kelud, maka kali ini kami akan membagikan cerita dibalik meletusnya Gunung Kelud.


Gunung Kelud adalah sebuah gunung berapi yang masih aktif dan berada di Provinsi Jawa Timur. Gunung ini berada di perbatasan antara Kabupaten Kediri, Blitar, dan Malang. Salah satu desa yang berada paling dekat dengan kawah Gunung Kelud adalah desa Sugihwaras.

Desa Sugihwaras memiliki kepercayaan sendiri dengan cara mempersembahkan sesaji di tepi kawah gunung. Persembahan sesaji ini tak lain dimaksudkan sebagai simbol ungkapan rasa terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil panen yang melimpah.

Dahulunya sesaji diletakkan di tepi kawah. Tapi setelah dari dalam kawah muncul anak gunung, persembahan sesaji dipindah ke kaki anak gunung. Tujuannya tetap, yakni permohonan kepada Tuhan agar warga desa terhindar dari malapetaka, tetap makmur, dan hidup rukun.

Gunung Kelud Meletus


Menurut keterangan dari juru kunci Gunung Kelud, Mbah Ronggo, syarat utama saat melarung sesaji ke kawah harus ada 'cok bakal' dan 'jenang sengkala'. Namun pada tahun 2007 lalu, larung sesaji yang diberikan kurang lengkap.

Konon akibatnya ritual sesaji yang dilakukan itu nyaris membawa bencana, apalagi ritual dilakukan di bulan Ruwah menurut kalender Jawa. Menurut Mbah Ronggo, bulan Ruwah dianggap kurang baik untuk melarung sesaji, lebih bagus jika dilakukan pada bulan Sura.

Saat itu Mbah Ronggo hanya diam karena ia memang tidak diajak bermusyawarah oleh panitia. Oleh karena itu beliau terus melaksanakan selamatan lagi di tepi kawah yang tujuannya untuk melengkapi supaya lebih sempurna.

Untuk meredam letusan Gunung Kelud kala itu, tak kurang dari 25 paranormal yang berada di daerah Kediri dan sekitarnya menggelar ritual. Mereka meminta agar bencana letusan gunung api tidak terjadi.

Meski sehari-hari tampak tenang dan damai, gunung ini bisa setiap saat erupsi. Uniknya, Gunung Kelud biasanya meletus pada malam hari. Sebelum meletus, Gunung Kelud selalu memberi tanda berupa suara gemuruh terlebih dulu. Para penduduk sekitar juga sering melihat 2 sorot sinar terang masuk ke dalam kawah dan banyak burung gagak berterbangan di pedesaan.

Gunung Kelud memang menyimpan misteri. Setiap kali Gunung Kelud meletus selalu mengiringi peristiwa besar yang terjadi di Indonesia. Contohnya setelah letusan yang terjadi pada tahun 1951, letusan ini seolah menandai Pemberontakan Madiun. Kemudian letusan yang terjadi pada 1966, itu terjadi setahun setelah terjadinya G30S/PKI.

Letusan Gunung Kelud pada 2014

Legenda Gunung Kelud


Nama Gunung Kelud berasal dari kata "kebak" dan "ludira" dalam kerata basa Jawa (Jarwo Dhosok). Kedua kata ini memiliki arti bila murka maka bisa merenggut banyak korban jiwa.

Menurut legenda, terciptanya Gunung Kelud berawal dari pengkhianatan cinta seorang putri yang merupakan anak dari Raja Kerajaan Jenggalo Manik yang bernama Dewi Kilisuci terhadap dua raja sakti yakni Mahesa Suro dan Lembu Suro.

Kala itu, Dewi Kilisuci yang terkenal akan kecantikannya dilamar oleh dua orang raja. Namun yang melamar bukan dari bangsa manusia karena yang satu berkepala lembu bernama Raja Lembu Suro dan yang satu lagi berkepala kerbau bernama Mahesa Suro.

Karena segan untuk menolak kedua lamaran tersebut, Dewi Kilisuci membuat persyaratan yang tidak mungkin bisa dipenuhi oleh manusia biasa, yaitu membuat dua sumur di atas puncak Gunung Kelud. Sumur pertama harus berbau amis dan sumur satunya harus berbau wangi. Kedua sumur itu harus selesai dalam waktu satu malam.

Dengan kesaktian Mahesa Suro dan Lembu Suro, persyaratan itu dengan mudah disanggupi. Setelah berkerja semalaman, keduanya berhasil membuat sumur yang dimaksud. Tetapi Dewi Kilisuci masih belum mau diperistri.

Dewi Kilisuci lalu mengajukan satu permintaan lagi, kedua raja itu harus membuktikan terlebih dahulu bahwa kedua sumur itu memang benar-benar berbau wangi dan amis. Mereka berdua harus masuk ke dalam sumurnya masing-masing.

Tanpa membantah, kedua raja yang sakti itu pun masuk ke dalam sumur yang sangat dalam. Begitu mereka sudah berada di dasar sumur, Dewi Kilisuci memerintahkan para prajurit Jenggala untuk menimbun keduanya dengan batu.

Maka matilah Mahesa Suro dan Lembu Suro. Tetapi sebelum mati, Lembu Suro sempat bersumpah dengan mengatakan "Orang Kediri besok akan mendapatkan balasanku yang sangat besar. Kediri bakal jadi sungai, Blitar akan jadi daratan, dan Tulungagung menjadi danau.

Untuk meredam amarah dari Mahesa Suro dan Lembu Suro, masyarakat di lereng Gunung Kelud memberikan sesaji setiap tahun sekali sebagai tolak bala dari sumpah itu. Acara larung sesaji digelar setiap tanggal 23 bulan Suro oleh masyarakat desa Sugihwaras.

Selain legenda Mahesa Suro dan Lembu Suro di atas, para penduduk di sekitar Gunung Kelud juga percaya bahwa di kawasan kawah Gunung Kelud dijaga oleh sepasang buaya putih, yang konon merupakan jelmaan dari bidadari kahyangan.

2 buaya putih gunung kelud

Dalam cerita rakyat disebutkan bahwa pada zaman dahulu ada dua bidadari yang sedang mandi di kawah gunung Kelud. Entah karena apa, keduanya terlena dan melakukan hubungan intim layaknya sepasang kekasih. Perbuatan mereka rupanya diketahui oleh para dewa.

Karena marah, sang dewa pun mengutuk kedua bidadari tersebut, "Kelakuan kalian seperti buaya." Kata-kata sang dewa sangat ampuh, maka saat itu juga kedua bidadari berubah menjadi sepasang buaya berwarna putih. Konon hingga kini mereka menjadi penunggu di kawah Gunung Kelud.

Mitos Gunung Kelud


Gunung Kelud sudah berkali-kali meletus dan setiap letusannya hampir selalu menimbulkan korban jiwa. Menurut para sesepuh desa di sekitar Gunung Kelud, arwah para korban dibawa oleh dua bidadari penunggu kawah. Jika laki-laki maka akan diperlakukan seperti suami, sedangkan yang perempuan akan diangkat menjadi saudara.

Gunung Kelud hingga kini masih sering dijadikan sebagai tempat ngalap berkah. Bagi yang percaya, memang banyak cara untuk ngalap berkah di gunung ini. Setiap tahunan sekali Bupati Blitar juga rutin ke Gunung Kelud.