Mitos yang Ada di Kampung Naga

Mitos yang Ada di Kampung Naga

Di beberapa wilayah di Indonesia, ada beberapa tempat yang konon angker. Salah satunya adalah Kampung Naga yang berada di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat. Dalam tulisan ini kami akan mmebahas mengenai mistos yang ada di Kampung Naga.

Kampung Naga adalah perkampungan yang dihuni oleh masyarakat yang masih berpegang teguh adat istiadat leluhurnya. Lingkungan masyarakatnya hidup dalam suatu suasana kesahajaan, kesederhanaan, dan kental akan suasana kearifan lokal yang lekat dengan leluhurnya.

Relief tanah di Kampung Naga berupa perbukitan dengan produktivitas tanah bisa dikatakan subur. Kampung Naga berada di lembah yang subur, dengan batas wilayah di sebelah barat dibatasi oleh hutan keramat. Di dalam hutan itu konon terdapat makam leluhur masyarakat Kampung Naga.

Dengan luas tanah sekitar 1,5  hektar, sebagian besar area digunakan untuk rumah-rumah penduduk, pekarangan atau kebun, kolam ikank, dan sisanyauntuk pertanian sawah yang dipanen 2 kali dalam setahun.

Ada suatu kepercayaan yang menarik di Kampung Naga. Mereka menganggap bahwa segala sesuatu yang bukan dari ajaran leluhur dianggap hal tabu. Dengan menjalankan adat istiadat warisan dari para leluhur itu berarti mereka telah menghormati para leluhur. Hal ini mirip dengan yang dianut oleh suku Baduy.

Baca juga: Mengenal Suku Baduy

Kepercayaan tersebut jika dilanggar oleh penduduknya diyakini akan menimbulkan malapetaka dan bencana. Itu disebabkan karena pelanggaran yang dilakukan sama artinya dengan mereka tidak menghormati karuhun (leluhur) dan tidak menjunjung tinggi adat istiadat.

Penduduk di Kampung Naga sangat percaya dengan makhluk halus penunggu air dan sungai (jurig cai), khususnya sungai yang dalam. Mereka juga percaya dengan adanya ririwa, sosok makhluk halus yang suka menganggu manusia.

Selain itu, mereka juga mengenal kuntilanak yang dianggap hantu perempuan dari perempuan hamil yang meninggal dunia. Mereka percaya kuntilanak biasanya suka mengganggu wanita yang sedang hamil atau hendak melahirkan. Di Kampung Naga, tempat tinggal para hantu disebut dengan sanget (tempat angker).

Adanya pantangan, pamali, atau hal-hal yang dianggap tabu masih dipercaya dan ditaati oleh masyarakat Kampung Naga. Terutama dalam hal yang menyangkut kehidupan atau aktifitas kehidupan sehari-hari; yang walaupun bukan ketentuan tertulis; tetap dipatuhi oleh setiap orang disana.

Mayarakat di Kampung Naga juga memiliki kepercayaan terhadap waktu (palintangan). Jika suatu waktu atau dianggap buruk, mereka pantang melaksanakan upacara, ritual, atau pekerjaan-pekerjaan penting. Sejak agama Islam masuk ke Kampung Naga, waktu yang dianggap tabu disebut dengan larangan bulan yang biasanya jatuh pada bulan Safar dan Ramadhan.

Selain tentang waktu, mereka juga memiliki kepercayaan terhadap ruang. Salah satu contohnya adalah tata cara dalam membangun rumah. Mereka memiliki aturan tersendiri mengenai letak atau posisi rumah, arah dari rumah tersebut, pakaian yang digunakan dalam upacara, kesenian yang ada di masyarakat, dan lain sebagainya.

Penduduk Kampung Naga percaya bahwa setiap ruang atau tempat memiliki batas-batas yang dikuasai oleh suatu kekuatan tertentu. Batas yang dimaksud disini misalnya sungai, pekarangan rumah bagian depan dengan jalan, persawahan dengan selokan, tempat air masuk yang sering disebut dengan huluwotan, atau lereng bukit.

Daerah yang memiliki batas-batas tersebut diyakini dihuni oleh makhluk halus dan dianggap angker. Oleh sebab itu, penduduk Kampung Naga sering memberikan "sasajen" atau yang lebih dikenal dengan sesaji bagi masyarakat Jawa.